kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Ambisi Swasembada Pangan Pemerintah Dinilai Picu Ancaman Kelaparan


Rabu, 06 November 2024 / 16:26 WIB
Ambisi Swasembada Pangan Pemerintah Dinilai Picu Ancaman Kelaparan
ILUSTRASI. Operator mengoperasikan mesin pemanen padi (combine harvester) saat panen di Desa Singajaya, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (30/10/2024). Bright Institute sorot kondisi kelaparan dan kecukupan gizi Indonesia yang terabaikan di balik ambisi pemerintah mencapai swasembada pangan.?


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli

Tercatat, terdapat 291 kabupaten dan kota yang nilai prevalensinya lebih buruk dari nilai nasional, yang mana 291 ini lebih dari setengah jumlah kabupaten dan kota di Indonesia yang berjumlah 514.

Masih banyak kabupaten dan kota yang skornya masih tinggi atau dengan kata lain rakyat tidak cukup pangan. Ada 35 kabupaten kota yang prevalensinya di atas 30%. Di Papua, nilainya mencapai 35,63%. Di sisi lain, nilainya di Jakarta hanya 2,57%. 

Awalil menilai untuk bisa secara efektif menyentuh masalah tersebut, persoalan swasembada pangan seharusnya bukan hanya mengenai target jumlah produksi pangan dalam negeri, namun juga meliputi aspek yang lebih luas seperti kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan.

Baca Juga: Soal Anggaran Makanan Bergizi Gratis Per Porsi, Ini Kata Sri Mulyani

Menurutnya swasemada pangan bukan hanya soal produksi melebihi konsumsi, melainkan harus diperluas terkait kesejahteraan petani, akses semua orang pada kecukupan pangan, dan kedaulatan pangan. 

"Kedaulatan pangan ini kita ukur dari seberapa besar kita bisa memperoleh harga pangan yang diinginkan rakyat, serta seberapa besar hasil produksi pangan ini dikendalakan oleh negara atau masyarakat ataupun kendali korporasi," ungkapnya. 

Awalil mencontohkan, pada implementasi food estate memiliki kepentingan terpisah dengan kepentingan masyarakat sebagai konsumen. Artinya hal itu sama saja tidak berdaulat. 

Pada kesempatan yang sama, Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana mengatakan swasembada pangan yang ingin dicapai pemerintah memang seharusnya ikut memperhatikan kesejahteraan petani kecil. 

Ia mencatat sekitar 50% dari penduduk miskin di Indonesia kepala keluarganya adalah petani. Namun justru keluarga petani di Indonesia ironisnya saat ini menjadi keluarga yang paling rawan pangan. 

"Oleh karena itu, misi swasembada pangan tidak boleh mengesampingkan kesejahteraan petani kecil di atas kesejahteraan perusahaan yang mendapat anggaran pelaksanaan program," ucapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×