kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Akan ada PMK baru revisi batas minimal saldo


Kamis, 08 Juni 2017 / 19:45 WIB
Akan ada PMK baru revisi batas minimal saldo


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) akhirnya meningkatkan batas minimum nilai saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan secara berkala dari semula Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar.

Dengan perubahan batasan minimum menjadi Rp 1 miliar tersebut, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening atau 0,25% dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada April 2017, rekening dengan batas > Rp 1 miliar memang hanya sekitar 0,25%, tetapi nilai simpanannya sebesar 65% dari total simpanan di bank.

Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan, nantinya Kemenkeu akan mengeluarkan PMK baru untuk perubahan ini. Ia bilang, batas minimal Rp 1 miliar ini bukan hanya untuk perbankan melainkan juga untuk lembaga keuangan lainnya seperti asuransi pasar modal, dan koperasi.

“Iya nanti ada PMK baru,” ujarnya di Gedung DPR MPR, Kamis (8/6).

Menurut suahasil, sebenarnya secara prinsip di negara lainnya selain Indonesia tidak ada batasan saldo karena di negara lain sebenarnya wajar bahwa otoritas pajaknya bisa mengakses data keuangan dari lembaga keuangan.

“Yang penting kami harus atur jangan sampai data dipakai dengan tujuan tidak baik. Masyarakat tidak perlu alergi data dimiliki oleh Ditjen Pajak karena mereka punya kewajiban pengelolaan yang baik, sistem IT yang baik, tata kelola yang baik, dan harus dipakai sesuai dengan aturan,” jelasnya.

Ia menekankan, bila tidak ada data keuangan yang dimiliki oleh Ditjen Pajak, maka AEoI tidak bisa berjalan. Pasalnya, salah satu syarat Indonesia bisa minta data ke negara lainnya adalah Indonesia harus punya data keuangan dari wajib pajak.

“Kalau tidak, dianggapnya kita tidak level karena negara lain punya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×