kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akan ada hukuman minimal bagi pemburu satwa langka


Rabu, 28 Oktober 2015 / 17:02 WIB
Akan ada hukuman minimal bagi pemburu satwa langka


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto

-JAKARTA. Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Revisi bertujuan meminimalkan pelanggaran terhadap perburuan satwa liar dan satwa yang dilindungi.

Tachrir Fathoni, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengatakan, saat ini pembahasan revisi UU tersebut dalam kajian internal kementerian dan dalam waktu dekat akan segera dikirimkan ke DPR.

"Sudah tahap final, akhir tahun ini akan kami sampaikan supaya bisa jadi RUU insiatif DPR, sehingga bisa masuk badan legislasi mulai tahun depan," kata dia di kantornya, Selasa (27/10).

Salah satu klausul yang akan diusulkan Kementerian LHK yakni pengaturan hukuman minimal bagi pelanggar konservasi keanekaragaman hayati.

Sehingga, akan memberikan efek jera bagi para pelaku perdagangan satwa dilindungi.

Menurut Tachrir, sekarang ini praktek perburuan satwa liar maupun satwa dilindungi masih marak, sehingga perlu didukung regulasi yang kuat untuk langkah penindakan.

"Ini juga sebagai antisipasi kami, coba saja kalau sekarang perdagangan satwa liar hanya diberikan hukuman dua bulan, kan tidak ada efek jeranya," jelasnya.

Asal tahu saja, sanksi untuk pelanggaran perdagangan satwa yang dilindungi dalam UU Nomor 5/1990 yakni berupa hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.

Alhasil, kata Tachrir, ketentuan ini belum memadai untuk menghukum berat para pelaku.

Namun sayangnya, ia belum mau membeberkan usulan hukuman minimal yang pantas diberikan kepada pelanggar korsevasi alam tersebut.

"Berapa minimalnya akan kami diskusikan bersama nanti dengan DPR, kami juga masih bahas," ujar Tachrir.

Praktek perdagangan satwa yang dilindungi masih marak terjadi karena harga jualnya cukup tinggi.

"Satu sisik trenggiling harganya bisa mencapai US$ 5, kemarin kami bersama Polda Surabaya temukan 5 ton daging trenggiling. Itu kan banyak hasilnya," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×