Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu yang lalu Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang mengatakan, pihaknya sedang mengusulkan adanya pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk enam komoditas perkebunan selain kelapa sawit, salah satunya adalah kakao.
Dia bilang, dana tersebut akan digunakan untuk peremajaan perkebunan, Sumber Daya Manusia (SDM), penelitian dan pengembangan, promosi serta penyediaan sarana dan prasarana.
Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Pieter Jasman berpendapat, adanya pungutan dana seperti yang dilakukan untuk komoditas sawit tidak tepat diimplementasikan untuk kakao.
Menurut Pieter, hal tersebut dikarenakan volume ekspor kakao semakin kecil. Dia bilang, pada tahun sebelumnya, ekspor biji kakao hanya sebesar 25.000 ton. Sementara, komoditas kakao membutuhkan dana yang besar.
"Untuk itu kakao sebaiknya tetap menggunakan program peningkatan kakao berkelanjutan yang dianggarkan secara konsisten dan kontinyu minimal hingga lima tahun ke depan," ujar Pieter kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).
Pieter pun mengatakan, bila produk olahan kakao turut dikenakan pungutan, maka akan memunculkan persaingan yang semakin tidak kompetitif. Apalagi menurutnya selama ini dalam mengimpor bahan baku, industri dikenakan bea masuk 5%, PPN 10% dan PPH sebesar 2,5%. "Totalnya 17,5% sementara negara tetangga tidak dikenakan bea maupun pajak untuk impor bahan baku," tutur Pieter.
Tak hanya itu, menurut Pieter industri lokal pun dikenakan bea masuk 4-6% ketika mengekspor produknya ke Uni Eropa. Sementara negara lain tidak dikenakan bea masuk ketika mengekspor produk olahan kakaonya ke Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News