Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berharap investasi pada semester II-2019 dapat memberikan sumbangsih terbesar dalam pendapatan negara. Ekonom menilai supaya investasi berjalan mulus perlu ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal.
Bank Indonesia (BI) pada pertengahan bulan ini memangkas suku bunga acuan atau BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI 7-DRR) sebanyak 25 basis points (bps) menjadi 5,75%.
Baca Juga: Menakar prospek investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di sisa tahun Ini
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan suku bunga yang tinggi menghambat laju investasi. Sebab pada 2018 BI menaikkan suku bunga sampai 175 bps, sehingga saat itu investasi tidak mujur.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai kebijakan moneter memang diperlukan. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) bulan Juli, BI membuka ruang pemangkasan suku bunga lagi di tahun ini.
Satria berharap BI di sisa tahun ini dapat memangkas BI 7-DRR sampai ke level 5% atau 75 bps lagi sampai akhir tahun 2019. Sehingga investasi benar-benar menggairahkan.
Kata dia, dampak dari pemangkasan BI 7-DRR baru akan terasa terhadap investasi pada 2-3 bulan bahkan 1-2 kuartal terhitung sejak BI pangkas suku bunga. Artinya, pasar membutuhkan kepastian kapan BI akan memangkas suku bunga kembali, biar dengan cepat bisa menentukan arah investasi.
“Dalam hal pemangkasan suku bunga acuan BI, sektor usaha yang diuntungkan adalah manufaktur dan properti,” kata Satria kepada Kontan.co.id, Sabtu (27/7).
Baca Juga: Demi pekerja mobile, Multipolar Technology sajikan solusi VMware Workspace ONE
Di sisi lain, Satria berpendapat kebijakan moneter harus bersinergi dengan kebijakan fiskal. Ketika BI sudah memangkas BI 7-DRR maka, insentif fiskal jangan sampai terlewatkan. “Sebetulnya respon dunia usaha di Indonesia kebijakan yang dibutuhkan lebih ke fiskal ketimbang moneter,” ucap Satria.
Untuk itu, Satra mengimbau pemerintah secepatnya menentukan outlook kinerja di bawah kepemimpinan saat ini. Sehingga, insentif fiskal yang dibuat sejalan dengan pemerintah.
Dia menambahkan bahwa stimulus moneter akan membawa investor di pasar saham akan berpindah ke instrumen investasi yang lebih aman seperti obligasi pemerintah dan investasi rill atau investasi langsung.
Ke depan Satria mencermati sentimen ekternal perlu diwaspadai. Khususnya keberlangsungan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang dapat menurunkan daya beli. Sehingga ekspor Indonesia terancam.
Baca Juga: Ekonom Bank Danamon proyeksikan pertumbuhan ekonomi di paruh kedua lebih baik
Namun, dengan kondisi pasar yang dinilai lebih kondusif ketimbang semester I-2019 dan tahun lalu, Satria percaya pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun di level 5,2%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News