kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ada usulan moratorium kenaikan NJOP di DKI Jakarta


Minggu, 22 Juli 2018 / 21:57 WIB
Ada usulan moratorium kenaikan NJOP di DKI Jakarta
ILUSTRASI. Kawasan pemukiman padat penduduk


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di beberapa kawasan komersial di DKI Jakarta berdampak pada kenaikan NJOP kawasan hunian atau residensial yang notabene bukan kawasan komersial. Inilah yang menyulut protes karena imbas kenaikan NJOP berujung pada kenaikan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjanjikan untuk merevisi beleid kenaikan NJOP dalam waktu dekat ini. Nah, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengusulkan, Pemprov DKI melakukan moratorium kenaikan NJOP bila ingin bersikap adil ke masyarakat.

Sebab nyatanya, kenaikan NJOP yang meskipun untuk kawasan komersial, akan merembet ke kawasan pemukiman sekitar. “Kalau saya melihat, untuk saat ini kalau memang Pemprov DKI ingin bersikap adil, Pemprov harus melakukan memoratorium NJOP,” kata Nirwoyo saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/7).

Memoratorium yang dimaksudkan adalah dengan memberikan jangka waktu untuk tidak melakukan kenaikan NJOP. Selama kurun waktu tersebut, pemerintah bisa memanfaatkannya sebagai bahan evaluasi terhadap kenaikan NJOP yang terjadi serta dampak yang ditimbulkan.

“Memoratorium NJOP berarti kita mempunyai jangka waktu, misalkan 1 tahun sampai 2 tahun tidak ada kenaikan NJOP. Lalu melakukan evaluasi dan kajian mendalam terhadap dampak kenaikan NJOP terkait fakta-fakta di lapangan,” katanya.

Dari survei lapangan yang dilakukan, Nnirwono menemukan bahwa disebuah kawasan jalanan utama yang nilai NJOP-nya tinggi, ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kawasan sakitarnya. Dampak inilah selanjutnya yang perlu dipikirkan agar konsep keadilan di Jakarta bisa berjalan.

Nirwoyo mencontohkan kawasan Kebayoran Baru. Hasil surveinya yang dilakukan dimulai dari jalan utama yakni Jl. Darmawangsa dan Jl. Wijaya. Nirwono menemukan bahwa NJOP resmi di kawasan jalan utama tersebut adalah Rp 30 juta hingga Rp 35 juta per meter persegi dengan harga pasaran bangunan Rp 60 juta hingga Rp 65 juta atau naik dua kali lipat.

"Nah, persoalannya adalah jalanan di lingkungan Jl. Darmawangsa dan Jl. Wijaya itu memiliki harga NJOP Rp 15 juta hinga Rp 20 juta yang jauh di bawah jalanan utama. Tetapi harga jual pasarannya sama yakni Rp. 60 juta per meter persegi,” katanya.

“Kalau Pemprov mau adil jangan hanya fokus ke jalan utama. Tapi juga perhatikan dampaknya terhadap jalan di lingkungan yang otomatis akan berdampak. Karena mereka merupakan pendukung dan itu tidak akan dilepaskan,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×