kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.300   94,00   0,58%
  • IDX 7.166   -38,30   -0,53%
  • KOMPAS100 1.044   -6,02   -0,57%
  • LQ45 802   -6,08   -0,75%
  • ISSI 232   -0,07   -0,03%
  • IDX30 416   -3,18   -0,76%
  • IDXHIDIV20 486   -4,82   -0,98%
  • IDX80 117   -0,79   -0,67%
  • IDXV30 119   -0,02   -0,02%
  • IDXQ30 134   -1,35   -1,00%

Ada Program Diskon Belanja Saat Daya Beli Turun, Mampukah Mendongkrak Konsumsi?


Minggu, 15 Juni 2025 / 15:07 WIB
Ada Program Diskon Belanja Saat Daya Beli Turun, Mampukah Mendongkrak Konsumsi?
ILUSTRASI. Pemerintah menginisiasi program Holiday Sale yang dilaksanakan Aprindo pada 13 Juni–13 Juli 2025 sebagai upaya untuk mendorong konsumsi domestik. ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/Spt.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menargetkan transaksi penjualan program Holiday Sale mencapai Rp 60 triliun. Program yang diinisiasi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) ini merupakan program potongan harga atau discount di seluruh ritel modern pada 13 Juni sampai 13 Juli 2025. 

Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengatakan, program Holiday Sale yang dilaksanakan Aprindo pada 13 Juni–13 Juli 2025 memang patut diapresiasi sebagai upaya untuk mendorong konsumsi domestik, terutama setelah Lebaran. 

Namun, efektivitasnya dalam meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, perlu dilihat dengan lebih kritis dan kontekstual. 

Pertama, publik tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun dari 121,7 pada April menjadi 117,5 di Mei 2025. Yusuf menilai hal ini adalah indikator yang cukup kuat bahwa konsumen mulai merasa tidak yakin terhadap kondisi ekonomi ke depan. 

Baca Juga: Berharap Insentif Bakal Angkat Daya Beli Masyarakat dan Inflasi

“Keyakinan yang menurun biasanya berdampak langsung pada pola konsumsi. Masyarakat cenderung lebih berhati-hati, lebih selektif dalam membelanjakan uang, dan lebih mengutamakan kebutuhan pokok dibanding konsumsi diskresioner—meskipun ada diskon besar-besaran,” jelas Yusuf kepada Kontan, Minggu (15/6).

Kedua, jika melihat data pasca-lebaran tahun ini, meskipun periode tersebut biasanya identik dengan peningkatan konsumsi (karena tunjangan hari raya dan tradisi belanja), jumlah pemudik justru menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 

Ini adalah sinyal penting bahwa kelompok menengah ke bawah, yang biasanya mendominasi arus mudik, menghadapi tekanan daya beli. Sebab itu, Yusuf menilai kemungkinan besar kelompok menengah bawah lebih memilih menyimpan dana THR untuk kebutuhan mendesak pasca lebaran atau karena kekhawatiran atas beban hidup yang meningkat. Seperti kenaikan harga pangan dan tarif transportasi. 

Dalam konteks ini, Holiday Sale, meskipun memberi stimulus berupa potongan harga, tidak serta-merta cukup kuat untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat yang sedang defensif. 

Bagi konsumen kelas bawah, diskon tetap bukan solusi jika daya beli memang sudah tergerus. Apalagi jika promosi yang ditawarkan lebih banyak menyasar produk sekunder seperti fesyen, elektronik, atau gaya hidup, yang bukan prioritas utama mereka.

“Dampaknya terhadap ekonomi, secara keseluruhan, akan cenderung terbatas,” ucap Yusuf. 

Yusuf mengatakan, program ini mungkin mendorong transaksi pada sektor ritel modern dalam jangka pendek. Akan tetapi, tidak akan memberikan dorongan berarti terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara agregat jika yang menikmati promosi hanya sebagian kecil populasi dengan kapasitas konsumsi tinggi. 

“Dalam kerangka ekonomi makro, pertumbuhan konsumsi tidak bisa hanya mengandalkan kelompok atas. Justru kelompok menengah dan bawahlah yang menjadi penopang utama permintaan domestik,” jelas Yusuf. 

Dihubungi secara terpisah, Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky mengatakan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) memang masih dalam zona optimis, yakni sebesar 117,5. Namun, nilai IKK Mei 2025 ini sebenarnya memburuk dibanding sebelumnya.

IKK Mei 2025 lebih rendah dibanding IKK April 2025 yang sebesar 121,7. Dan Lebih rendah dibanding setahun sebelumnya atau IKK Mei 2024 yang sebesar 125,2. “Bahkan IKK terendah selama 3 tahun ini,” ungkap Awalil. 

Baca Juga: Libur Panjang pada Kuartal II Tak Bikin Konsumsi Masyarakat Meningkat

Awalil menjelaskan bahwa IKK merupakan rerata sederhana dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). IKE mencerminkan penilaian konsumen atas kondisi saat ini dibanding 6 bulan lalu. Sedangkan IEK merupakan ekspektasi konsumen untuk 6 bulan mendatang.

Survei Konsumen yang menghasilkan IKK dilaksanakan rutin bulanan oleh Bank Indonesia. Sampelnya sekitar 4.600 rumah tangga di 18 kota seluruh Indonesia. Diantaranya adalah Jakarta, Medan, Padang, serang, Bandung, Manado, Makassar, Ambon, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, dan lain-lain.

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Mei 2025 mencapai 106,0 memang masuk dalam zona optimis. 

Lebih banyak responden yang mengatakan kondisinya meningkat dibanding 6 bulan lalu, dibanding yang mengatakan kondisinya memburuk. Akan tetapi lebih rendah jika dibandingkan April 2025 dan setahun sebelumnya. 

"Bahkan IKE Mei 2025 merupakan yang terendah selama 3 tahun terakhir. Bisa dikatakan penilaian atau persepsi masyarakat atas kondisi ekonomi saat ini meski masih di zona optimistis, sebenarnya mulai memburuk," ucap Awalil.

Adapun, IKE merupakan jawaban responden atas tiga kelompok pertanyaan, yang menghasilkan indeks tersendiri. Yaitu: penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja saat ini, serta pengeluaran untuk konsumsi barang tahan lama saat ini. Persepsi mereka atas hal-hal itu dibandingkan 6 bulan yang lalu.

Baca Juga: INDEF: Penurunan Penjualan Eceran Mengindikasikan Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Indeks Penghasilan Saat Ini dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama masih dalam zona optimis, namun lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya. Akan tetapi nilai komponen IKK dalam indeks ketersediaan lapangan kerja telah memasuki zona pesimis, yaitu sebesar 95,7. 

Sementara, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Mei 2025 mencapai 129,0 memang masuk dalam zona optimis. Akan tetapi, nilainya turun dibanding April 2025. Bahkan, paling rendah selama 3 tahun ini. 

"Bisa dikatakan bahwa masyarakat berkurang sikap optimisnya akan masa depan ekonomi mereka," terang Awalil.

Awalil mengatakan, IEK selalu memiliki ciri selalu optimis dengan nilai yang jauh melampaui IKE dan IKK, kecuali saat pandemi covid. Rata-rata IEK selama 3 tahun terakhir sekitar 134. Bahkan era sebelum covid di kisaran 140. Dengan demikian, IEK Mei 2025 jauh lebih rendah dari nilai rata-rata selama ini. 

Adapun, IEK merupakan jawaban responden atas tiga pertanyaan, yang menghasilkan indeks tersendiri. Yaitu prakiraan penghasilan, prakiraan ketersediaan lapangan kerja, prakiraan kondisi kegiatan usaha secara umum. Prakiraan untuk kondisi 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini.

"Dari uraian di atas, keyakinan konsumen atau masyarakat jelas menurun. Secara lebih khusus indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini dinilai memburuk oleh lebih banyak orang. Meski mayoritas dari mereka melihat peluang kerja 6 bulan mendatang, namun keyakinannya termasuk rendah dibanding hasil survei selama ini," jelas Awalil.

Ketua Umum Aprindo, Solihin mengatakan, ritel modern mendukung pembinaan, pengembangan, dan peningkatan UMKM. Hal ini agar mendorong produk UMKM masuk ritel modern. 

“Harapannya, Holiday Sale 2025 dapat menjadi contoh kerja sama multipihak yang dapat membentuk ekosistem ritel yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui kerja sama dengan Kemendag, Aprindo merencanakan untuk melaksanakan kurasi produk – produk UMKM di daerah sehingga produk UMKM bisa terus disejajarkan dengan produk – produk lainnya,” ujar Solihin.

Selanjutnya: Agung Wicaksono Hengkang dari OIKN Ke Pertamina, Investasi Dipastikan Tak Terganggu

Menarik Dibaca: iPhone 13 Pro Max Harga Juni 2025 Turun! Cek Fitur Lengkapnya & Kelebihannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×