Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Takyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikun menilai pembentukan SugarCo akan menimbulkan masalah baru terutama bagi para petani.
“Kami tidak tahu tujuan sebenarnya pembentukan SugarCo ini buat apa, toh para petani juga tidak diajak bicara, tidak melibatkan petani. Sementara mereka mengklaim punya lahan perkbunan 158.000 hektare , lahan di mana itu? wong lahan HGU perkebunan tebu semua PTPN itu hanya sekitar 58.000 hektare, sisanya 100.000 itu punya petani, kok diklaim sebagai miliknya. Kalau sudah diawal pakai data salah dan mengklaim lahan petani punya mereka sementara petani tidak diajak bicara, ini bisa menimbulkan masalah baru,” ujar Soemitro.
Apalagi kata Soemitro, PTPN III sebagai induk holding perkebunan tebu/gula diminta untuk menambah lahan perkebunan tebu sebanyak 700.000 hektare agar produktivitas gula nasional meningkat.
Baca Juga: Percepat Swasembada, Kementerian BUMN Mulai Revitalisasi Industri Gula Nasional
“Di mana cari lahannya? di Papua ada tapi ada pabrik gula di sana? tidak ada, di Kalimantan? ngak bisa lahannya gambut tebu sulit di tanam di sana. Dan boro-boro nambah lahan 700 ribu, nambah 50.000 saja susah,” ungkapnya.
Soemitro mengungkapkan, para petani heran dengan target swasembada gula konsumsi 2025 dan swasembada 2030 pasalnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir 2024.
Soemitro menduga Perpres ini justru lebih fokus membicarakan kuota impor gula, dan biasanya jelang pemilu impor gula melonjak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News