Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski cadangan devisa (cadev) Indonesia terus tergerus, Bank Indonesia (BI) masih memiliki garis pertahanan kedua yang bisa berupa fasilitas swap arrangement. Salah satunya bisa dengan bilateral swap arrangement (BSA).
Sebelumnya, BI mencatat cadev Indonesia turun sebesar US$ 2,1 miliar pada September 2019, atau berada di posisi US$ 124,3 miliar dengan yang sebelumnya ada sebesar US$ 126,4 miliar.
Baru-baru ini juga, Indonesia telah menyepakati kerjasama keuangan dengan Malaysia, salah satunya dengan Local Currency Bilateral Swap Agreement (LCBSA) atau senilai US$ 2 miliar. Selain itu, ada juga perpanjangan LCBSA dengan Singapura senilai US$ 7 miliar.
Baca Juga: Review Kurs Rupiah: Menanti Negosiasi Dagang
Namun, menurut Ekonom BCA David Sumual, meski saat ini cadev menurun, Indonesia masih belum perlu menggunakan fasilitas tersebut.
"Cadev kita, meski turun, masih cukup besar. Saya kira kalau itu masih cukup untuk pembiayaan sekitar 7 bulan impor, masih cukup terjaga," ujar David kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
David juga menambahkan bahwa BSA ini hanya sebagai langkah antisipatif kalau memang terjadi penurunan cadev yang secara signifikan dan terus menerus, meski tidak ada patokan tertentu untuk penggunaannya saat cadev ada di level berapa.
Baca Juga: Yakin Nego Dagang AS-China Tercipta Kesepakatan, Kurs Rupiah Hari Ini Menguat Tipis
Selain itu, BSA ini bersifat judgemental, atau bisa digunakan kalau memang benar-benar perlu atau saat berada dalam kondisi krisis. Rupanya BSA ini juga bermanfaat untuk membangun confidence ke pasar. "Hal ini karena pasar tahu kalau Indonesia memiliki basis pertahanan kedua selain cadangan devisa," kata David.
Hal ini juga berlaku untuk negara-negara selain Indonesia. David melihat belum ada negara, khususnya di Asia, yang pernah menggunakan BSA. Hal ini disebabkan tidak adanya urgensi khusus, atau memang sedang tidak terjadi krisis di negara tersebut.
"Dulu memang pernah ada krisis di tahun 1997. Negara Asia Timur, juga Malaysia, Thailand, termasuk Indonesia dan Filipina terkena imbasnya. Namun, saat ini tidak ada krisis seperti itu," tambah David.
Baca Juga: Review IHSG: Didominasi Sentimen Global
Oleh karena itu, David tetap melihat untuk saat ini BSA hanya sebagai skema dalam rangka antisipasi, baik untuk Indonesia sendiri maupun negara lain, khususnya di Asia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News