kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ada Ancaman Resesi di 2023, BKF Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Tercapai


Selasa, 20 Desember 2022 / 14:02 WIB
Ada Ancaman Resesi di 2023, BKF Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Tercapai
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Ada Ancaman Resesi di 2023, BKF Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% Tercapai.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi pada 2023 mencapai 5,3% secara tahunan alias year on year (YoY). Target tersebut sesuai dengan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.

Artinya, terlihat optimisme perekonomian tahun depan akan meningkat dibandingkan perkiraan tahun 2022 yang sebesar 5,2% secara tahunan.

Hanya saja, Plt Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Abdurohman memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 tidak akan menyentuh di angka 5,3% yoy seperti yang tertuang dalam APBN 2023.

Meski begitu, Ia yakin pertumbuhan ekonomi tahun depan tetap di atas 5% yoy.

Baca Juga: Wamenkeu Sebut Tiga PR Indonesia untuk Wujudkan Ekonomi Berkelanjutan

"Mungkin dengan melihat perkembangan terakhir, mungkin masih bisa di atas 5%. Namun kemungkinan ngak sampai 5,3%. Tapi, kita masih percaya di 5,3%," ujar Abdurohman dalam acara Indonesia Economic Outlook 2023: Overcoming Economic Challenge Through Sustainability, Selasa (20/12).

Abdurohman bilang, memang di tahun 2023 merupakan tahun yang gelap bagi perekonomian global.

Bahkan untuk di Indonesia, trennya mulai terlihat dari aktivitas manufaktur yang sudah mulai mengalami perlambatan dan telah berada di zona kontraksi dalam tiga bulan terakhir.

Meski begitu, menurutnya, Indonesia masih memiliki eksposur relatif terbatas terhadap perekonomian global dengan permintaan domestik yang cukup kuat, khususnya konsumsi masyarakat.

Ambil contoh, pada tahun 2019 saat krisis akibat pandemi Covid-19, perekonomian global mengalami kontraksi 0,1%.

Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Resmi Terima PMN Rp 7,5 Triliun

Sementara, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di atas 4% dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia dan Thailand. Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2019 tercatat sebesar 4,97% yoy.

"Jadi Indonesia termasuk yang cukup resilien, salah satunya karena eksposur global kita masih tidak terlalu besar," katanya.

Kemudian, Abdurohman bilang, ekspor Indonesia masih didominasi oleh komoditas yang masih tetap diperlukan. Berbeda dengan ekspor berbasis consumer goods yang kemungkinan akan terdampak ketidakpastian ekonomi di tahun depan.

Baca Juga: Penyedia Layanan Cloud Computing Elitery Membidik Dana IPO Rp 75 Miliar

"Biasanya kalau global-nya turun, yang paling banyak adalah negara-negara yang dominan pada ekspor berbasis consumer goods," katanya.

Tak hanya itu, Ia mengungkapkan bahwa mitra dagang utama Indonesia juga masih cukup kuat, sebut saja India yang memiliki pangsa pasar cukup besar.

"Jadi semacam ada bantalan di 2023, ada dampaknya terutama beberapa sektor yang memang mungkin tekstil juga berpengaruh, namun secara keseluruhan dampaknya belum terlalu besar," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×