Reporter: Tedy Gumilar |
JAKARTA. Delapan perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kalimantan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan The Borneo Initiative (TBI). Kesepakatan ini merupakan tahapan menuju sertifikat pengelolaan hutan lestari dalam skema Forest Stewardship Council (FSC).
TBI akan memberikan dukungan finansial bagi para mitranya itu dalam pencapaian sertifikasi hutan dan pembalakan ramah lingkungan. Dengan mengantongi sertifikat FSC, kelak kayu-kayu asal Indonesia dapat diterima di pasar Uni Eropa.
Ke delapan perusahaan mitra TBI tersebar di tiga wilayah. Enam perusahaan di Kalimantan, yaitu PT Indexim Utama, Narkata Timber, Sinerji Hutan Sejati, Kemakmuran Berkah Timber, Dwima Jaya Utama, Ratah Timber di Kalimantan. Selain itu ada Gema Hutani Lestari di Maluku dan Wapoga Mutiara Timber Unit II di Papua.
Anggota Badan Eksekutif The Borneo Initiative, Jesse Kuijper, menyatakan, kesepakatan kali ini adalah yang kedua kalinya sejak TBI beroperasi di Indonesia. Sebelumnya, awal Januari tahun ini TBI juga sudah menandatangani MoU dengan 5 pemegang HPH menuju sertifikat pengelolaan hutan lestari dalam skema FSC. Kelima HPH penandatangan MoU tersebut adalah PT. Roda Mas, PT Sarang Sapta Putera, PT. Belayan River Timber, PT. Suka Jaya Makmur, dan PT. Sarmiento Parakanca Timber. Kelima perusahaan itu memegang konsesi seluas 600 ribu ha dan berlokasi di Kalimantan. ”Kini kami kembali menandatangani kesepakatan dengan delapan HPH yang total luasannya mencakup 800.000 hektar,” kata Jesse.
Jesse optimis kerjasama ini akan menempatkan Indonesia berada di garis depan dalam manajemen hutan lestari dunia dengan mempercepat sertifikasi hutan dalam skala besar. “Kami sangat antusias, dan ini baru sebuah permulaan,” tukasnya.
Menurut Jesse, sebelum menandatangani MoU, TBI sudah observasi para pemilik HPH di Kalimantan. Dari pengamatan selama hampir dua tahun itu, TBI menyimpulkan hambatan terbesar bagi HPH dalam memperoleh sertifikasi FSC adalah keterbatasan sumberdaya manusia dan daya dukung finansial.
TBI akan menanggung sebagian biaya sertifikasi ini lewat semacam mekanisme subsidi. Setiap 1 hektar, TBI akan mensubsidi US$ 2. Sisanya, yang bisa saja 1 sampai 4 kali lipat dari biaya yang ditanggung TBI akan ditanggung pemilik HPH. Dukungan pendanaan ini meliputi biaya yang diperlukan dalam setiap tahapan sertifikasi, tenaga ahli kehutanan, serta dukungan finansial untuk proyek sosial dan lingkungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News