Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Lebih lanjut Mike menjelaskan, peningkatan porsi uang tunai sebagai dana darurat memang diperlukan untuk menjaga likuiditas individu di tengah ketidakpastian ekonomi ke depan.
Dengan tingkat likuiditas keuangan yang baik, individu akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Dalam rangka peningkatan likuiditas ini adalah peningkatan dari dana darurat, menjaga dana darurat kita sesuai dengan kebutuhan kita," kata dia.
Namun, di sisi lain masyarakat disarankan untuk tetap berinvestasi. Harapannya, di tengah lonjakan inflasi dana yang dimiliki masyarakat tidak tergerus, justru berkembang.
Ia pun merekomendasikan kepada masyarakat dengan fokus diversifikasi aset. Adapun dana yang digunakan untuk berinvestasi juga disarankan untuk tidak langsung dalam nominal besar.
"Jadi memang benar, kita harus tetap punya cash, investasi yang aman, betul. Dialokasikan secara proporsional," katanya.
Dia menambahkan, "Lalu dana investasi kita sebar lagi, kita juga bisa membeli investasi likuiditas tinggi, contoh reksa dana pasar uang."
Baca Juga: Keyakinan Konsumen September 2022 Anjlok, Indonesia di Ambang Resesi?
3. Jangan berhenti investasi
Senada dengan Mike, Perencana Keuangan Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, dengan kondisi pasar yang fluktuatif, bukan berarti individu harus mengurangi atau bahkan berhenti investasi.
Menurutnya, saat ini individu masih dapat menempatkan dananya di instrumen investasi yang memiliki risiko rendah. Contohnya logam mulia, deposito, atau reksa dana berbasis pendapatan tetap.
"Jadi biar (dana) tetap bisa digunakan, dan dicairkan, namun kemungkinan melawan inflasi cukup kuat, kita bisa ditaruh di uang tunai atau instrumen investasi yang memang gampang dicairkan," tutur Andy.
Selain itu, sebenarnya individu juga masih bisa menempatkan dananya di instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham. Namun, ini harus disesuaikan dengan profil investasi masing-masing individu.
Sebagaimana diketahui, profil risiko investasi secara umum terbagi menjadi tiga jenis yakni konservatif, moderat, dan agresif. Di mana konservatif memiliki profil risiko paling rendah, moderat profil risiko menengah, dan agresif profil risiko paling tinggi.
Untuk individu yang memiliki profil risiko konservatif, Andy tidak menyarankan untuk menempatkan dananya di instrumen investasi risiko tinggi, seperti saham.
Ia merekomendasikan seluruh dana investasi ditempatkan di instrumen investasi risiko rendah.