Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
Sedangkan pilar 2 mengenai tarif pajak minimum global atau global minimum taxation yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar 750 juta Euro atau lebih. Ini diharapkan mampu meminimalkan kemungkinan upaya penghindaran pajak.
PIlar 2 ini dikenal dengan sebutan Global anti-Base Erosion (GLoBE) rules akan memastikan MNE mengenai tarif pajak minimum sebesar 15%.
Bawono menganggap ini sebagai terobosan signifikan dalam melindungi basis pajak Indonesia. Dengan adanya tarif pajak minimum, tekanan untuk terlibat dalam kompetisi pajak akan berkurang.
Hal tersebut juga akan mereduksi peran tax haven serta mengurangi insentif praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang selama ini marak terjadi. Sebagai akibatnya, pajak minimum global diperkirakan dapat menambal kebocoran pajak yang diakibatkan globalisasi.
Baca Juga: Ini 6 isu yang dibahas dalam rangkaian Presidensi G20 Indonesia di Bali
Akan tetapi, Bawono melihat ada kekurangan dari pajak minimum global ini, khususnya untuk skema income inclusion rule (IIR) karena ini cenderung mengamankan kepentingan negara domisili perusahaan multinasional.
Pasalnya, bila suatu perusahaan multinasional di suatu yurisdiksi dikenakan pajak dengan tarif pajak efektif kurang dari 15%, yurisdiksi induk perusahaan bisa mengenakan top-up tax hingga mencapai 15%.
Belum lagi, mayoritas perusahaan multinasional ini berasal dari negara pengekspor modal. Ia pun menduga, skema pajak minimum global ini bisa jadi menyiratkan kepentingan ekonomi dari negara maju.
“Jangan-jangan tidak hanya basis pajak yang secara artifisial diparkir di negara tax haven saja yang akan ditarik ke negara maju. Akan tetapi, mencakup juga basis pajak dari kegiatan ekonomi substantif yang dilakukan di negara-negara berkembang. Titik equilibrium pasca pajak minimum global tetap berpotensi tidak adil,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News