kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,79   -11,72   -1.25%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembahasan RUU Pertembakauan tunggu Surpres


Jumat, 13 Januari 2017 / 18:58 WIB
Pembahasan RUU Pertembakauan tunggu Surpres


Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan masih harus menunggu Surat Presiden (Surpres). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berharap konsistensi pemerintah yang telah menyepakati RUU Pertembakauan itu masuk dalam Program Legislasi (Prolegnas) prioritas tahun 2017.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, pemerintah mempunyai waktu 60 hari untuk mengeluarkan Surpres tersebut pasca pimpinan DPR mengirim surat kepada Presiden. "Presiden nantinya juga menunjuk wakil dari pemerintah kementerian yang akan mewakili pembahasan dengan DPR," kata Firman, Jumat (13/1).

Bila surat pimpinan DPR tersebut telah diserahkan kepada Presiden pada Desember tahun lalu, maka setidaknya batas akhir penyerahan Surpres ke DPR pada bulan Februari mendatang. Ketentuan ini sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Inisiator RUU Pertembakauan Mukhamad Misbakhun mengatakan, pihaknya meminta agar pemerintah berkomitmen dengan rencana pembahasan RUU yang akan dibahas tahun ini. "Supres saat ini belum kami terima," kata Misbakhun.

Menurut Misbakhun, keberatan-keberatan yang dilontarakan oleh pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemkes) dapat dimasukkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Sehingga, dalam tahap pembahasan dapat dilakukan pertimbangan-pertimbangan.

Inti dari RUU ini adalah dalam rangka melindungi petani tembakau. Selama ini, petani tembakau di Indonesia tidak memiliki payung hukum sehingga riskan terhadap gejolak-gejolak yang terjadi. "Kami tidak mau petani terbunuh (mata pencahariannya) tanpa ada perlindungan," ujar Misbakhun.

Sebelumnya Kemkes menilai, rancangan beleid tersebut bertolak belakang dengan peta jalan atau roadmap tentang kesehatan, khususnya terkait pengurangan jumlah perokok pemula. Selain itu, merokok merupakan penyakit jenis katastropik atau masuk berbiaya pengobatan tinggi.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes Muhammad Subuh mengatakan, dibandingkan dengan rancangan beleid lainnya, pembahasan RUU Pertembakauan ini belum terlalu mendesak saat ini.

Tingginya penerimaan negara dari cukai rokok yang mencapai Rp 115 triliun tidak dapat menutupi dampak negatif dari merokok. Subuh bilang, merokok masuk dalam empat penyebab penyakit katastropik di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×