Reporter: Teodosius Domina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Sidang Paripurna DPR soal penentuan Rancangan Undang-Undang / RUU Pertembakauan untuk dijadikan inisiatif DPR berjalan mulus, Kamis (15/12). Peta persetujuan dari para fraksi juga tak berubah sejak diharmonisasi oleh Badan Legislasi. Hanya Fraksi PAN saja yang menolak usulan tersebut.
Yandri Susanto, kader PAN dari dapil Banten bilang alasan fraksinya menolak lantaran data-data yang dipakai dasar penyusunan, terutama soal importasi harus dikaji lebih detil. "Dampak tembakau untuk perlindungan masyarakat juga masih harus dilihat lebih dalam," tuturnya dalam interupsi.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR dan juga pimpinan sidang Fahri Hamzah bilang hal itu akan dikaji dalam forum Pansus. Menurutnya RUU ini disusun demi kepentingan masyarakat luas. "Justru kita ingin membentengi produk lokal kita demi kepentingan bangsa," jelas Fahri.
Sementara itu, Aria Bima dari PDIP, menandaskan bahwa RUU ini memang mencakup aspek yang sangat luas. Diantaranya ada dari dimensi kesehatan, dimensi ketenagakerjaan baik soal petani maupun industri.
Selain itu menyangkut pula aspek ekonomi penerimaan daerah serta heritage mengenai budaya menikmati tembakau. Maka itu kader fraksi PDIP ini menandaskan bahwa beleid ini harus dibahas di pansus besar. "Kami usulkan utk dibahas di pansus besar yg anggotanya lintas komisi. Karena melibatkan stake holder dari be rbagai komisi terkait," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Firman Subagyo yang juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Legislasi. Ia menandaskan konsumsi tembakau di Indonesia memiliki sejarah panjang. Maka secara filosofis RUU ini akan membela kepentingan petani tembakau, bukan semata-mata industri rokok. Bahkan semestinya bisa menjadi komoditas ekspor.
Politisi dari dapil Jawa Tengah ini pun bilang selama ini industri rokok menyumbang pemasukan yang cukup besar, yakni lebih dari Rp 150 triliun dari cukai dan pajak. Maka itu adanya aturan yang jelas sangat diperlukan.
Ia juga menandaskan RUU ini akan disusun dengan cermat sehingga tidak tumpang tindih dengan aturan yang lain, terutama soal kesehatan. "Jadi karena rawan tumpang tindih dengan aturan ain, jadi harus disusun dengan cermat," tandasnya.
Nantinya, RUU ini akan dibahas dalam 3 kali masa sidang dan dapat diperpanjang waktunya jika dibutuhkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News