kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Neraca dagang defisit, impor barang konsumsi bisa lebih rasional lagi


Senin, 25 Juni 2018 / 14:06 WIB
Neraca dagang defisit, impor barang konsumsi bisa lebih rasional lagi
ILUSTRASI. Terminal Peti Kemas Domestik Belawan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan selama Mei 2018 mengalami defisit sebesar US$ 1,52 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun, mengecil dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 1,63 miliar.

Defisit ini disebabkan laju impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspor. Nilai impor tercatat sebesar US$ 17,64 miliar atau naik 9,17% dibanding April,dan naik 28,12% dibanding Mei 2017

Bila dirinci, impor barang konsumsi mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni naik 14,88% dari bulan sebelumnya menjadi US$ 1,73 miliar. Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan konsumsi jelang Ramadan dan Lebaran.

Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong tercatat US$ 13,11 miliar atau naik 9,02% dari bulan sebelumnya. Sedangkan impor barang modal sebesar US$ 2,81 miliar atau naik 6,63% dari bulan sebelumnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, impor barang konsumsi sebenarnya masih bisa ditekan. “Lebih ke barang konsumsi untuk (mengurangi) impor. Kalau ekspor, macam-macam (harus ditingkatkan),” ucap Darmin saat ditemui di kantornya, Senin (25/6).

“Impor barang konsumsi memang agak tinggi pertumbuhannya walaupun porsinya tidak besar. Tapi impor kita secara keseluruhan memang pertumbuhan tinggi dari Januari 20% hingga 21% yoy, ekspornya hanya 8%,” lanjutnya.

Sementara itu, dari segi impor bahan baku, dia mengatakan, tidak bisa dikurangi karena menyangkut produksi dalam negeri. “Mungkin ada yang bisa lebih dirasionalkan, walaupun bahan baku dan penolong mestinya tidak diganggu karena itu akan mempengaruhi pertumbuhan,” katanya.

BPS mencatat, berdasarkan negara asal, impor tertinggi datang dari China yang sebesar US$ 18,36 miliar atau sekitar 27,87% dari total impor. Kedua adalah dari Jepang yang sebesar US$ 7,59 miliar dan ketiga dari Thailand US$ 6,93 miliar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×