kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lika-liku kasus First Travel versi Menteri Agama


Rabu, 04 Oktober 2017 / 22:25 WIB
Lika-liku kasus First Travel versi Menteri Agama


Reporter: Cecylia Rura | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam acara tindak lanjut investigasi Ombudsman Republik Indonesia mengenai tata kelola pelayanan umroh, Rabu (4/10), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaska secara rinci alasan Kementerian Agama (Kemenag) memberikan izin perpanjangan kepada First Travel.

Mulanya, First Travel pertama kali mengajukan izin usaha pada 21 November 2013. Setelah memenuhi berbagai persyaratan, First Travel kemudian memperoleh izin sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

"Tiga tahun berikutnya, pada 25 Juli 2016 dia mengajukan perpanjangan izin, kemudian akreditasi dilakukan pada 9 Agustus 2016 untuk melihat lima poin persyaratan," jelas Lukman dalam forum diskusi bersama Ombudsman dan serta undangan terkait di Gedung Ombudsman RI.

Pada 6 Desember 2016, First Travel kemudian dinyatakan memenuhi semua akreditasi dan memperoleh predikat B. Predikat tersebut merupakan standar minimal untuk bisa memperoleh izin perpanjangan. Oleh sebab itu, Kemenag memperpanjang izin First Travel.

Sayangnya, masalah muncul pada Maret 2017 di mana sebagian warga ada yang mengadu bahwa mereka ditelantarkan. "Maksud ditelantarkan di sini adalah jadwal keberangkatan yang tidak tepat waktu, adanya penundaan keberangkatan, atau sudah sampai di bandara mengalami delay," kata Lukman.

Tak sampai di situ, penelantaran yang dimaksud juga termasuk saat jemaah haji sudah sampai di Tanah Suci kemudian jadwal pulang ke Indonesia ditunda.

Yang menjadi pertanyaan sebagian publik, soal pencabutan izin beroperasi First Travel. Selain karena adanya sebagian masyarakat yang masih berharap dapat di-reschedule atau uang mereka dikembalikan,

Menag mengatakan harus melakukan investigasi terlebih dahulu sebelum bertindak. "Ketika kami menangani tentu tidak bisa langsung menindak, harus melakukan klarifikasi lalu investigasi untuk mendalami," jelas Lukman.

Oleh karena itu, Lukman mengatakan Kemenag mengambil kemungkinan terburuk yang diprioritaskan daripada memenuhi tuntutan sebagian korban First Travel yang meminta izin operasional First Travel dicabut. "Jika tidak, maka First Travel akan terus melakukan promosi," katanya lugas.

Hasilnya, buah dari koordinasi bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 1 Agustus 2017 izin usaha First Travel dicabut.

Laporan terkini, Kemenag telah melakukan pendalaman pada First Travel bersama dengan Polri dan OJK. Menurutnya, ini sudah masuk ranah pidana yang melanggar hukum, berdasarkan paparan data-data Bareskrim yang cukup lengkap.

"Karena sudah masuk wilayah hukum, leading center berada di Polri," kata Lukman.

Di Kemenag, Lukman mengatakan telah dibentuk crisis center di mana di dalamnya ada pembagian tugas.

"Polri melakukan identifikasi pada seluruh aset First Travel, di mana saja asetnya. Sementara Menag melakukan identifikasi berapa jumlah korban, melakukan investigasi berapa orangnya dan berapa nominal rupiahnya," tegas Lukman.

Nantinya, Kemenag bersama lembaga terkait akan mendata jumlah korban dan nominal rupiah yang telah dikeluarkan. "Prinsipnya izin perusahaan penyelenggara umroh / PPU ada di Kemenag, tidak yang lain," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×