kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR: Premium impor bukan dihasilkan dari kilang


Kamis, 28 Juni 2018 / 11:08 WIB
DPR: Premium impor bukan dihasilkan dari kilang
ILUSTRASI. BBM Premium di SPBU Pertamina


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggapan masyarakat bahwa seluruh BBM premium diproduksi dari kilang adalah keliru. Sebab, sekitar 50% dari kebutuhan nasional yang mencapai 23-25 KL per hari, harus dipenuhi melalui impor.

Dan, seluruh premium impor tersebut tidak diproduksi melalui kilang, tetapi hanya merupakan produk oplosan atau blending. Demikian diungkapkan anggota DPR RI Inas Nasrullah Zubir di Jakarta, Rabu (27/6).

Menurut Inas, impor BBM RON 88 yang dilakukan dari Singapura tersebut memang hanya barang oplosan. Sebab, saat ini hanya kilang Pertamina yang menghasilkan Premium. Selain kilang Pertamina tersebut, tidak satupun kilang minyak luar negeri yang memproduksi BBM RON 88.

Pengoplosan tersebut dilakukan hanya di storage-storage dan yang lebih parah, juga dilakukan di atas kapal. “Yang melakukan pengoplosan juga bukan perusahaan, tapi hanya para trader,” jelasnya.

Pengoplosan dilakukan, melalui pencampuran (blending) antara 85-90 persen RON 92, yang di Indonesia dikenal sebagai Pertamax dengan Nafta sebanyak 10%-15%. Itupun, jenis RON 92 yang dipakai adalah yang berkualitas rendah, yaitu RON 92 destilate 70.

Penggunaan destilasi rendah sebagai bahan baku sangat mungkin, karena adanya selisih harga antara Ron 92 destilate 70 dan 75, yakni US$ 0,50. “Kualitas RON 92 destilate 70 itu sangat rendah. Hanya bisa dipakai untuk mesin-mesin berkarburator seperti genset,” ujar Inas.

Buruknya kualitas premium hasil impor tersebut semakin diperparah karena tidak ada proses quality control.

Hal itu, baik saat proses pengoplosan di Singapura maupun ketika barang sudah sampai di Indonesia, sama sekali tidak ada pengecekan kualitas terhadap barang tersebut. Ketika sampai di Jakarta, misalnya, yang dilakukan hanya proses bongkar barang.

Buktinya, proses hanya berlangsung sekitar 2-3 jam. Padahal quality control untuk RON 88, menurut Inas, membutuhkan waktu setidaknya setengah hari.

Itu sebabnya Inas meminta, agar pihak terkait bisa menyosialisasikan tentang kualitas premium yang sebenarnya.

Sosialisasi perlu dilakukan, agar masyarakat mengetahui bahwa bensin premium adalah jenis BBM yang kurang baik untuk kendaraan bermotor. “Sehingga ketika pemerintah memutuskan untuk mengurangi atau menghapus bensin premium, maka masyarakat akan memahami,” tutup Inas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×