Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek BI dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.
Oleh karena itu, BI menyatakan siap untuk menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) dan Bank Sentral Eropa (ECB) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 27-28 Juni 2018 nanti.
Dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini, the Fed akhirnya kembali menaikkan bunga acuannya ke tingkat 1,75-2%.
Kemungkinan kenaikan the Fed yang lebih agresif di tahun ini juga semakin terbuka yang terlihat dari dot plot (proyeksi suku bunga dari The Fed negara bagian) yang semakin bergerak ke atas.
Setelah pertemuan FOMC, ECB memutuskan untuk mengakhiri program stimulus moneter pada akhir 2018 dan mulai mengurangi dosisnya pada September tahun ini yang menjadi langkah menuju pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan Loan to Value (LTV) untuk mendorong sektor perumahan.
"Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," kata Perry dalam pernyataan resmi yang diterima KONTAN.co.id, Selasa (19/6).
BI, Pemerintah, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan terus mempererat koordinasi untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan.
BI meyakini ekonomi Indonesia, khususnya pasar aset keuangan, tetap kuat dan menarik bagi investor, termasuk investor asing.
Dengan investasi yang terjaga, stabilitas ekonomi juga diharapkan tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News