CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Awas, ancaman middle income trap di RI kian nyata


Jumat, 07 Oktober 2016 / 11:51 WIB
Awas, ancaman middle income trap di RI kian nyata


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Bank Indonesia (BI)  kembali menyerukan reformasi struktural. Pasalnya, kajian BI menyebut, masalah utama yang dihadapi oleh seluruh wilayah Indonesia masih seputar infrastruktur listrik, sumberdaya manusia (SDM), dan konektivitas, seperti jalan, pelabuhan, dan bandara.

Karena itu, kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung, reformasi struktural tidak  bisa ditawar lagi. "Sebab, nanti kita terjebak middle income trap," katanya, Kamis (6/10).

Minimnya infrastruktur listrik, SDM, dan sulitnya konektivitas menjadi penghadang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Padahal, pembangunan infrastruktur listrik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,26% per tahun, pengembangan SDM meningkatkan penyerapan tenaga kerja 0,5% per tahun, dan peningkatan efisiensi konektivitas dapat mendorong pertumbuhan 0,27% per tahun.

Jika reformasi struktural berhasil, BI yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat di atas 6%. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dibarengi dengan inflasi rendah serta defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sehat. Namun jika gagal, pertumbuhan ekonomi akan terperangkap di level 5%, inflasi tinggi, dan CAD turun.

Juda bilang, Indonesia memiliki waktu 10 tahun dari sekarang untuk berbenah. Untuk itu, optimalisasi reformasi struktural harus dilakukan saat Indonesia mendapatkan bonus demografi.

Usia produktif penduduk Indonesia mengalami masa keemasan sejak tahun 2010. Peluang emas tersebut berakhir pada tahun 2030. "10 tahun lagi bonus demografi sudah berkurang," katanya.

Menurutnya, Indonesia belum memanfaatkan bonus demografi secara optimal. Itu terlihat dari pertumbuhan yang belum membaik signifikan dan meningkatnya rasio ketergantungan.

Ini menunjukkan kian tingginya beban yang harus ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif. Sejumlah paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah juga belum menunjukkan perkembangan yang memadai.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo bilang, Menteri Darmin Nasution menginginkan adanya paket kebijakan baru yang fokus pada deregulasi daerah.

Tujuannya untuk mengharmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah terkait izin investasi. "Ada memang izin, tapi ada juga persyaratan dijadikan izin," katanya.

Ekonom senior Universitas Katolik Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko bilang, paket kebijakan ekonomi belum menyasar seluruh sektor substansial, seperti kesehatan. Karena itu, diperlukan regulasi tambahan untuk mempercepat reformasi struktural.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×