kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alasan Kemenkeu soal pemotongan DAU dan DBH 15%


Kamis, 14 September 2017 / 10:54 WIB
Alasan Kemenkeu soal pemotongan DAU dan DBH 15%


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengubah besaran persentase pemangkasan Dana Alokasi Umum (DAU) dan atau Dana Bagi Hasil (DBH). Pemotongan ini berlaku bagi pemerintah daerah yang memiliki tunggakan pinjaman baik yang bersumber dari pemerintah maupun dari PT Sarana Multi Infrastruktur.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 121/PMK.07/2027 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Pinajaman Pemerintah Daerah melalui Pemotongan DAU dan atau DBH. PMK ini merevisi aturan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 47/PMK.07/2011.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa dalam beleid yang baru, pemerintah mematok persentase pemangkasan DAU dan atau DBH sebesar 15% dari jumlah alokasi DAU dan atau DBH per tahun. Pemotongan itu dilakukan sekaligus atau bertahap sampai dengan dilunasinya seluruh tunggakan.

Pemotongan secara bertahap dilakukan apabila penyelesaian tunggakan dilakukan melebihi satu tahun anggaran. Berbeda dengan beleid sebelumnya yang mengatur besaran pemotongan berbeda-beda sesuai dengan kapasitas fiskal daerahnya.

Pertama, 20% untuk daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi. Kedua, 20% untuk daerah dengan kapasitas fiskal tinggi. Ketiga, 15% untuk daerah dengan kapasitas fiskal sedang. Keempat, 10% untuk daerah dengan kapasitas fiskal rendah.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan, perubahan besaran persentase pemotongan tersebut dilakukan untuk memberikan keleluasan kepada Menteri Keuangan, khususnya Dirjen Perimbangan Keuangan dalam menetapkan besaran persentase pemotongan.

"Agar lebih mempercepat proses penyelesaian tunggakan kewajiban pinjaman kepada pemerintah pusat," kata Boediarso kepada KONTAN, Rabu (13/9) kemarin.

Meski demikian menurutnya, besaran pemotongan tetap memperhatikan adanya sanksi pemotongan atau penundaan lainnya dan kecukupan dana pemerintah daerah. Dengan demikian, pemotongan ini diharapkan tidak akan mengganggu pemenuhan belanja yang bersifat mengikat, seperti gaji pegawai dan belanja operasional kantor, serta belanja yang bersifat mandatori.

Boediarso juga mengatakan, pemangkasan itu berlaku sejak PMK ditetapkan, yaitu mulai 5 September 2017. Pemangkasan akan dilakukan, jika terdapat permintaan pemotongan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu.

"Apabila pemenuhan kewajiban tunggakan pinjaman masih belum terpenuhi dalam satu tahun anggaran, maka dapat dilakukan pemotongan pada tahun anggaran berikutnya," tambah dia.

Di PMK tersebut diatur bahwa pemotongan di tahun berikutnya, akan dihitung berdasarkan kapasitas fiskal di daerah tersebut dan besaran DAU dan atau DBH yang akan disalurkan pada tahun anggaran yang berkenaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×