Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Menurut Daniel, LPI jangan hanya dilihat dari naik atau turunnya peringkat. Karenanya, memperhatikan jumlah penilaian adalah hal terpenting, sebab peringkat datang dari jumlah skor penilaian. “Hal terpenting adalah memperhatikan skor. Peringkat tergantung dari skor suatu negara, serta negara lainnya,” imbuh Daniel.
Meski Indonesia mengalami lonjakan yang terbilang tinggi, namun sejatinya posisi Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN lainnya. Sebagai contoh, Vietnam yang dalam LPI 2016 ada di bawah Indonesia di posisi 64 (skor 2.98) kini berada di posisi 39 (skor 3,27).
Sedangkan Malaysia, meskipun turun dari peringkat 32 (3,43) ke 41 (3,22), tapi masih tetap berada di atas Indonesia. Sedangkan Singapura, meskipun turun dari peringkat 5 (4,14) menjadi 7 (4,00) namun masih merajai di antara negara-negara di ASEAN.
Henry Sandee menyebut, Indonesia dan Vietnam memang menjadi dua negara dengan progres kenaikan yang mengesankan. Pembangunan infrastruktur dan upaya untuk menggencarnya ekspor menjadi alasannya. “Menurut LPI, Indonesia memang membaik, namun negara-negara lainnya juga banyak membaik,” imbuh Henry.
Di sisi lain, Daniel menyebut, reformasi regulasi bisa menjadi faktor yang mendorong perbaikan LPI. Dalam hal ini, ia menyebut bahwa Paket Ekonomi XV yang berkaitan dengan logistik, juga mempengaruhi persepsi positif para responden.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebaiknya ada kepastian regulasi, serta tidak cepat dan mudah berubah-ubah. “Indonesia juga harus maintaining momentum, juga membentuk framework monitoring dan indikator untuk terus memeprbaiki kinerja logistik,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News