kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Waspadai Dampak Pelemahan Rupiah ke Inflasi Barang Impor


Senin, 17 Juni 2024 / 19:21 WIB
Waspadai Dampak Pelemahan Rupiah ke Inflasi Barang Impor
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah kembali terdepreasi hingga nyaris menembus Rp 16.400 per dollar Amerika Serikat di akhir pekan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali terdepreasi hingga nyaris menembus Rp 16.400 per dollar Amerika Serikat di akhir pekan.

Nah, dampak dampak depresiasi tersebut salah satunya akan mendorong inflasi dari jalur importasi (imported inflation).

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah memang akan meningkatkan tekanan inflasi melalui harga barang impor yang lebih mahal. Namun ia belum memiliki hitungan seberapa jauh dampaknya ke imported inflation.

"Walaupun besarannya kita belum bisa diprediksi karena tergantung seberapa lama pelemahan ini dan sampai ke level berapa," ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Senin (17/6).

Baca Juga: Mayoritas Mata Uang Asia Melemah, Intip Prospeknya di Pekan Ini

Sementara itu, Staf Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarti menyampaikan, harga minyak rata-rata yang berada pada angka US$ 105 per barel selama tiga bulan dengan nilai tukar rupiah di atas Rp 16.500 per dolar AS sudah bisa berdampak signifikan dalam mendorong imported inflation.

Menurutnya, pelemahan rupiah saat ini terjadi lantaran respon aksi jual investor asing dari ekspektasi lonjakan rasio utang pemerintah yang dapat mencapai 50% terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain itu, juga imbas dari kebijakan moneter The Fed yang belum ingin menurunkan bunga moneternya secara agresif pada tahun ini.

"Investor global memilih untuk pergi dahulu dari emerging markets seperti Indonesia. Walaupun kami lihat kondisi tersebut masih relatif sementara di tengah kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih solid dan kenyataan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah AS juga saat ini kurang menarik karena tengah dalam tren menurun," kata Myrdal.

Ia melihat, posisi nilai tukar rupiah masih akan berada pada kisaran Rp 16.000 per dolar AS dan yield obligasi Indonesia acuan tenor 10 tahun berada di atas 6,8% sampai terdapat sinyal jelas dari The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuannya.

Baca Juga: Arah Kebijakan The Fed Makin Jelas, Angin Segar Bagi Pasar Keuangan Indonesia

Kendati begitu, Myrdal memperkirakan bahwa inflasi masih bisa terjaga di bawah 3% pada akhir tahun ini. 

"Kami berharap Bank Indonesia (BI) untuk tidak terburu-buru memberi respon dengan langsung menaikkan bunga BI rate agar menjaga iklim bisnis maupun ekonomi di sektor riil tetap kondusif," imbuhnya.

Selanjutnya: Mayoritas Mata Uang Asia Melemah, Intip Prospeknya di Pekan Ini

Menarik Dibaca: Begini Cara Mengenal Gejala DBD dan Pencegahannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×