kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,83   6,23   0.63%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wasit persaingan usaha bakal lebih bertaji


Minggu, 21 Oktober 2018 / 15:00 WIB
Wasit persaingan usaha bakal lebih bertaji


Reporter: Havid Vebri, Nina Dwiantika, Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Ibarat manusia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kini mulai memasuki usia di ambang dewasa. Lahir atas perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tahun ini lembaga tersebut berumur 18 tahun.

Menginjak usia yang semakin matang, KPPU bakal mendapat kado istimewa, menyusul revisi terhadap UU No. 5/1999 yang populer dengan sebutan UU Antimonopoli. Rancangan Undang-Undang (RUU) ini kelak menjadi taring baru bagi wasit persaingan usaha itu.

Calon beleid ini masih dalam proses pembahasan di DPR. Pada penggodokan terakhir, pemerintah dan dewan sepakat menghapus 294 daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Antimonopoli. Dari 502 DIM yang ada, sebanyak 385 daftar inventaris di antaranya mengalami perubahan subtansi.

Yang jelas, calon pengganti UU No. 5/1999 itu jauh lebih berpihak ke KPPU. Ada banyak wewenang baru yang disematkan pada KPPU dalam RUU inisiatif  DPR  tersebut.

Bakal aturan anyar itu memang diracang sebagai solusi atas banyaknya kendala yang membuat KPPU kedodoran menjalankan tugasnya selama ini. Hambatan tersebut tak hanya menyangkut kewenangan, tapi juga persoalan internal, dari masalah kepegawaian hingga status lembaga.

“UU Nomor 5 Tahun 1999 sudah kurang mendukung untuk mengatasi persaingan bisnis seperti saat ini yang sudah berkembang dengan sangat pesat,” kata Kurnia Toha, Ketua KPPU.

Dalam undang-undang yang sekarang berlaku, misalnya, kewenangan KPPU melakukan pemeriksaaan terbatas terhadap pelaku usaha yang menjalani kegiatan bisnis di Indonesia. Sedang pelaku usaha dari luar negeri tapi beroperasi di Indonesia tak bisa diperiksa.

Nah, dalam RUU Antimonopoli, ada ketentuan baru yang membolehkan KPPU melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang berkantor pusat di luar negeri namun beroperasi di Indonesia.

Aturan main ini muncul sebagai penerapan asas keadilan. Sebab, regulator pengawas pelaku usaha di luar negeri juga bisa melakukan pengawasan atas perusahaan Indonesia yang beroperasi di negaranya.

Merger harus lapor

Selain itu, RUU Antimonopoli lebih tajam dalam menyoroti potensi terjadinya praktik monopoli. Contoh, penggabungan maupun peleburan badan usaha alias merger dan akusisi.

Dalam UU No. 5/1999, perusahaan boleh melakukan merger atau akuisisi tanpa harus melapor terlebih dahulu ke KPPU. Laporan kepada KPPU baru dilakukan setelah proses bisnis tersebut selesai.

Lalu, beleid yang sekarang berlaku menyatakan, batas waktu pemberitahuan merger dan akuisisi adalah 30 hari dari transaksi. “Nah, kami ingin laporan itu dilakukan sebelum merger atau akuisisi atau pre-notification, agar tidak merugikan,” ungkap Kurnia.

Pelaku atau badan usaha yang melanggar ketentuan itu kelak bisa mendapatkan sanksi administratif. Chandra Setiawan, Komisioner KPPU, menambahkan, saat ini negara kita masih menganut pemberitahuan setelah transaksi (post-notification).

Soalnya, pembuatan UU No. 5/1999 juga mempertimbangkan kerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). “Kalau dibuat pre-notification akan menghambat kerja BPPN yang ketika itu banyak menyelamatkan bank yang terkena imbas krisis,” ujar dia.

Menurut Chandra, pre-notification jauh lebih ideal lantaran KPPU bisa langsung melakukan penilaian, apakah langkah merger dan akuisisi berpotensi memonopoli pasar atau tidak.

Selain mekanisme pelaporan, lewat revisi UU No. 5/1999, KPPU juga hendak mengubah ambang batas (threshold) perusahaan yang perlu melakukan pemberitahuan akuisisi. Dalam UU No. 5/1999 dan Peraturan Pemerintah No. 57/2010 sebagai produk turunan, ambang batasnya sebesar Rp 2,5 triliun untuk gabungan aset setelah akuisisi, dan Rp 5 triliun untuk gabungan penjualan setelah akuisisi.

“Ketika UU No. 5/1999 lahir, nilai tersebut memang sangat besar, tapi saat ini tidak demikian. Makanya, nilainya bisa dinaikkan untuk batas aset Rp 10 triliun dan penjualan senilai Rp 15 triliun,” kata Chandra.

Yang baru di RUU Antimonopoli adalah ketentuan soal leniency program. Kurnia menyebutkan, kebijakan ini penting untuk membongkar jaringan kartel secara internasional. Nantinya, jika ada anggota kartel yang melapor ke KPPU bahwa terjadi kartel, maka dia akan mendapatkan insentif.

Perubahan lainnya adalah hukuman denda bagi pelaku praktik monopoli. UU No. 5/1999 mengunakan nominal tertinggi dalam memberi sanksi sebesar Rp 25 miliar. Dalam RUU Antimonopoli, sanksi itu diubah dalam hitungan persentase, yakni minimal 5% dan maksimal 30% dari total nilai penjualan dalam kurun waktu pelanggaran terjadi.

Nah, dengan model denda seperti itu, harapannya bisa membuat pelaku kartel takut mengulangi atau memulai tindakan kartelnya. “Denda maksimal sebesar Rp 25 miliar dirasa kecil dan tidak memberikan efek jera,” tegas Kurnia.

Menurut Kurnia, penerapan denda hingga 30% sudah lazim di sejumlah negara maju, seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa. Di Australia, misalnya, PT Garuda Indonesia Tbk pernah mendapatkan sanksi dari regulator KPPU di negara tersebut sebanyak US$ 25 juta.

Sedangkan perusahaan  Australia yang melanggar di Indonesia hanya dikenakan sanksi denda dengan nilai yang lebih kecil. “Tentunya, sanksi akan diberikan sesuai pelanggarannya. Kami tidak akan memberikan sanksi hingga perusahaan bangkrut,” sebut Kurnia.

Melibatkan polisi

Yang juga baru dalam RUU Antimonopoli adalah pelibatan kepolisian. Selama ini, keterlibatan polisi dalam perkara hukum persaingan usaha sebatas mengamankan dan memanggil saksi.

Kelak, keterlibatan polisi dalam perkara persaingan usaha bisa semakin dalam. Ambil contoh, melakukan penggeledahan dan penyitaan.

KPPU selama ini cukup kesulitan berhadapan dengan perusahaan yang tidak kooperatif. Untuk mendapatkan dokumen yang mereka butuhkan dalam pemeriksaan, KPPU kerap menggantungkan pada kesediaan pelaku usaha memberikan berkas-berkas tersebut.

Nah, dengan melibatkan kepolisian, KPPU bisa melakukan penggeledahan sehingga lebih mudah dalam mengakses dokumen dan lain-lain. Selain memudahkan penyelidikan, KPPU juga merasa perlu meminta bantuan penyidik kepolisian lantaran saat ini mereka kekurangan tenaga penyigi.

Sementara kepolisian memiliki banyak penyidik. Dengan bantuan polisi, maka proses perkara di KPPU diharapkan bisa berjalan lebih cepat.

Azam Azman Natawijana, Wakil Ketua Komisi VI DPR, mengatakan, sejumlah usulan baru dalam RUU Antimonopoli datang dari dewan.  Salah satunya, ketentuan laporan merger dan akuisisi. “Mengenai laporan merger akan mengikuti permintaan usulan dari Komisi VI yaitu pra-merger,” kata Azam.

Usulan lain dari DPR ialah soal sanksi denda sebesar 5% hingga 30% dari nilai penjualan dalam kurun waktu berlangsungnya praktik monopoli.

Kata Azam, pemerintah sudah menyetujui usulan wakil rakyat itu. Beberapa poin krusial lainnya juga mendapatkan kesepakatan, baik dari pemerintah maupun dewan.

Karena itu, Komisi VI DPR optimistis, penggodokan RUU Antimonopi segera rampung. “Mudahan masa sidang ini selesai,” ujarnya.

Meski begitu, kritik dan masukan muncul atas RUU Antimonopoli. Kamar Dagang dan Industri (Kadin), misalnya, menilai, calon beleid itu berpotensi mengganggu iklim bisnis. Terutama, berpengaruh terhadap minat investor asing menanam modalnya di Indonesia.

Ini terkait keinginan KPPU yang hendak mengubah ketentuan pemberitahuan akuisisi dari post-notification menjadi pre-notification. Rosan Perkasa Roeslani, Ketua Umum Kadin, memandang, aturam main tersebut tak perlu diubah. Sebab, ketentuan pre-notification cenderung berbahaya.

“Sebelum transaksi, kedua pihak tandatangan confidentiality agreement yang bahkan perjanjian saja tidak boleh di-fotokopi. Apakah kemudian KPPU berani menjamin data-data tak akan bocor? Saya nilai, pre-notification tak dibutuhkan,” ungkap Rosan.

Lagipula, untuk perusahaan terbuka dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah memiliki beberapa regulasi terkait akusisi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau BEI. Sebab itu, Rosan menambahkan, ketentuan pre-notification bisa mengganggu iklim bisnis nasional, terutama berpengaruh terhadap niat investor asing menanam modal di Indonesia.

“Bagaimana jika ada investor asing yang memiliki regulasi berbeda, sehingga akan terjadi benturan,” lanjut Rosan.

KPPU baru di depan mata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×