kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Ketenagakerjaan akan direvisi, ini alasannya


Selasa, 11 Oktober 2016 / 16:18 WIB
UU Ketenagakerjaan akan direvisi, ini alasannya


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Pemerintah wacanakan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengaku telah menerima masukan-masukan dari berbagai kalangan untuk memperbaiki beleid tersebut.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, selama ini isi aturan itu masih belum mengakomodir persoalan ketenagakerjaan. "(UU 13/2003) Ini masih dianggap kurang sip dalam menata ketenagakerjaan, kita perlu banyak penyesuaian," kata Hanif, Selasa (11/10).

Meski tidak merinci, Hanif mengatakan pasal dalam aturan itu masih banyak yang bolong sehingga tidak sinkron dengan ketentuan-ketentuan yang lain sehingga menjadi masalah tersendiri. Ketentuan yang ada masih belum mencakup seluruh persoalan ketenagakerjaan sehingga pembentukannya seolah tambal sulam.

Untuk memperbaiki sistem ketenagakerjaan di dalam negeri, Kemnaker akan mengadakan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan pada bulan November. Selain itu, akan dilanjutkan dengan rembuk ketenagakerjaan nasional.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani pernah mengatakan agar tidak terlalu sering dilakukan uji materi atau judicial review (JR) maka aturan ketenagakerjaan harus dibereskan terlebih dahulu.

Salah satu contoh masalah yang menjadi polemik di kalangan pengusaha dalam aturan ketenagakerjaan itu ialah ketentuan kewajiban bagi pengusaha untuk membayarkan pesangon bagi para pekerjanya.

Pengusaha merasa kewajiban membayarkan pensiun secara kumulatif dan pesangon bagi pekerja saat pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat memasuki usia pensiun akan membebani pengusaha. Selain dibebani dengan kewajiban pembayaran uang pesangon, pengusaha juga dibebani pembayaran uang penghargaan masa kerja bagi pekerja yang memenuhi syarat.

Pengusaha merasa ketentuan pembayaran pensiun yang diatur dalam beleid itu tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, dalam UU nomor 13 tahun 2003 itu ada dua pasal yang mengatur tentang pemberian pensiun dan pesangon, yakni pasal 156 dan pasal 167. Para pengusaha juga menilai aturan di dalam UU Ketenagakerjaan tersebut tidak sinkron dengan aturan pembayaran pensiun di dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×