Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dinilai sebagai upaya reformasi besar yang dilakukan pemerintah untuk bisa menjadikan Indonesia lebih kompetitif dalam menggaet investor.
Beleid anyar ini, dinilai akan bisa mendukung pemulihan ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan jangka panjang karena UU Cipta Kerja menghapus berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberi sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis.
Tokoh senior politik Sidarto Danusubroto menilai, undang-undang Cipta Kerja, telah diakui oleh Bank Dunia sebagai terobosan besar untuk mengakselerasi ekonomi.
Baca Juga: UU Cipta Kerja, Moeldoko: Masih terbuka untuk mengakomodir suara buruh
“Substansi UU ini diakui Bank Dunia, dan dibutuhkan, juga sebagai terobosan untuk memajukan ekonomi. UU Cipta Kerja ini juga merampingkan mafia birokrasi yang selam ini menguasai perizinan, mafia ini telah lama ada dalam kehidupan ekonomi, menjadi parasit, dan UU Cipta Kerja memangkas itu,” ujar Sidarto, dalam keterangannya melalui dialog obrolan santai bertema Omnibus Law dan Covid-19, Jumat (16/10) malam.
Menurut Sidarto, UU Cipta Kerja, sebagaimana diakui Bank Dunia, sebagai terobosan yang ampuh untuk mengundang investasi dan mengefisienkan birokrasi. Di mana birokrasi yang selama ini menjadi hambatan dipangkas habis.
Hanya saja, berbagai hal positif itu justru tertutupi hoaks, digerakkan oleh mereka yang tak ingin birokrasi makin efisien. Juga digerakkan oleh kepentingan politik jangka pendek yang justru merugikan kepentingan publik yang lebih besar.
“Hoaks telah menjungkirbalikkan materi UU Cipta Kerja, tanpa membaca mengetahui isi, mereka asal menolak. Terutama anak muda yang terpapar paham radikalisme. Selama 7 bulan di rumah social distancing, lalu terpapar hoaks, diajak keluar melepaskan kejenuhan dan asal teriak, dia tidak tahu isinya,” papar Sidarto.
Antropolog Kartini Sjahrir menambahkan, nilai positif UU Cipta Kerja tidak masuk ke publik, karena kultur masyarakat yang masih lebih percaya desas-desus, hoaks. Juga, belum sampai pada tahap literasi dan belum sampai tahap tradisi oral dimana setiap tuntutan disampaikan melalui jalur formal maupun informal leader. Tidak melalui jalur jalur anarkis.
Baca Juga: BEM SI janjikan aksi demonstrasi pekan depan, ini 4 tuntutannya