Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pelarangan ekspor mineral mentah atawa ore yang digadang pemerintah sejak 12 Januari lalu, nyatanya tak membuat surut utang sektor pertambangan dan penggalian.
Lihat, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2014 di sektor ini tumbuh 19,26% dibanding periode sama tahun lalu.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada sektor pertambangan dan penggalian Januari 2014 sebesar US$ 26,07 miliar. Sebelumnya, pada Januari tahun lalu utang sektor ini sebesar US$ 21,86 miliar.
Wajar, jika total utang luar negeri Indonesia tumbuh 7,07% dibanding periode yang sama tahun lalu. Tercatat, total utang pada Januari 2014 mencapai US$ 269,27 miliar. Pertambangan dan penggalian sendiri memberikan porsi 18,1% dari total utang sektor swasta yang sebesar US$ 141,4 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan utang sektor tambang dan gali yang meningkat di awal tahun diakibatkan adanya investasi baru yang dibiayai dengan utang. Ke depannya utang di sektor ini akan tetap tumbuh tapi mengecil.
Tirta mengaku tidak khawatir dengan utang sektor tambang dan galian. Pasalnya, penerimaan utang sektor ini berupa valuta asing (valas). Artinya sama dengan beban utang yang juga dipinjamkan dalam bentuk valas. "Secara natural sudah dihedging," ujar Tirta kepada KONTAN, Rabu (19/3).
Yang perlu ditakuti adalah apabila penerimaannya dalam bentuk rupiah sedang utangnya dalam valas. Contoh sektor yang penerimaannya dalam rupiah adalah sektor listrik.
Mengenai ketakutan gagal hutang yang bisa terjadi kepada perusahaan tambang dan galian yang sedang lesu, BI masih melihat prospek ke depannya secara menyeluruh. Harapannya harga komoditas dapat membaik seiring dengan menguatnya perekonomian negara maju sehingga permintaan pun menguat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News