Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Dunia memandang pelarangan ekspor mineral mentah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai kebijakan yang salah.
Dalam laporan Bank Dunia tentang Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia, kebijakan tersebut telah meningkatkan ketidakpastian kebijakan pemerintah.
Dalam ringkasan laporan tersebut, juga menyebutkan tujuan Indonesia melakukan sebagian pelarangan dan pajak ekspor baru pada ekspor mineral mentah adalah untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri disektor mineral. Kebijakan tersebut diharapkan mendorong peningkatan pertumbuhan, lapangan kerja, dan penerimaan fiskal.
Namun, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa pengalaman internasional menunjukan bahwa kebijakan-kebijakan seperti itu seringkali gagal.
Menurut perkiraan Bank Dunia, dampaknya adalah kerugian terhadap perdagangan bersih Indonesia sebesar 12,5 miliar dollar AS dan kerugian dalam penerimaan fiskal sejumlah 6,5 miliar dollar AS.
Bank Dunia juga menilai Indonesia cukup ambisius dalam mengejar cita-citanya mencapai kesejahteraan, mengindari jebakan negara berpenghasilan menengah dan tidak meninggalkan siapapun di belakang dalam upaya mengejar ketinggalannya dari negara-negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi dinilai.
Menanggapi hal itu, Ekonom Senior Bank Danamon Anton Gunawan mengatakan yang disoroti Bank Dunia mengenai pelarangan ekspor mineral adalah mengenai kebijakan pendukung lainnya.
"Seharusnya pemerintah harus punya kebijakan yang konferhensif, membuat smelter kan butuh listrik, terus apa kebijakan soal listrik di daerah," ujar Anton di Ballroom Intercontinental Hotel Mid Plaza, Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Sebelumnya, pemerintah telah membuat kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah kepada perusahan-perusahan tambang yang tidak membangun smelter. Pemerintah juga mengancam akan mengusir perusahan yang bersangkutan jika tidak membangun smelter.
Kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah tersebut mengundang pro dan kontra baik dari pengamat ekonomi maupun pihak investor. (Yoga Sukmana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News