Reporter: Anastasia Lilin Y |
JAKARTA. Seleksi anggota Komisi Informasi (KI) belum menemui titik finalnya. Padahal mestinya lembaga ini paling lambat dibentuk pada Bulan April lalu atau setahun setelah Undang-undangnya dibentuk. Terlambatnya realisasi pembentukan KI dianggap oleh Komisi Untuk Kebebasan Informasi sebagai salah satu bukti bahwa pemerintah tak menganggap penting berdirinya lembaga ini.
Hal itu diungkapkan oleh Deputi Direktur Yayasan Sains Estetika dan Teknologi (SET) Agus Sudibyo. SET adalah salah satu anggota Komisi Untuk Kebebasan Informasi. Lembaga independen lain yang tergabung di dalamnya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Visi Anak Bangsa (VAB) dan IMPARSIAL.
Agus juga mengatakan bahwa ada titik celah dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yakni tak ada ketentuan jelas tentang formasi antara unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Ini yang disebut Agus sebagai kelemahan. “Maka kita mesti hati-hati betul memilihnya. Kalau pertimbangan saya paling idel itu unsur pemerintah hanya dua saja dari total tujuh orang anggota yang bakal dipilih,” ungkapnya.
Sementara itu Training Manager IPC, Danardono Siradjudin melihat perlunya masukan publik berupa komposisi tim KI. Catatan Danar harus ada ahli hukum, ahli administrasi negara, ahli manajemen dan ahli komunikasi informasi serta telekomunikasi itu sendiri. “Jadi perlu ditekankan soal lengkapnya komposisi dan bukan faktor kedekatan dengan parlemen,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News