Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pembahasan tambahan dana cadangan risiko fiskal untuk subsidi listrik masih belum menemukan titik temu. Dari lobi yang dilakukan pemerintah bersama Ketua DPR, Wakil Ketua DPR, Pimpinan Komisi, dan Pimpinan Badan Anggaran, pemerintah tetap ngotot untuk menambah dana cadangan risiko fiskal untuk menambal selisih subsidi listrik yang dibutuhkan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengatakan, pemerintah tidak bisa mengalokasikan dana risiko fiskal dalam APBN-P 2012. Apalagi jika dana tersebut digunakan untuk menambal beban korporasi seperti PLN. Dia mengatakan, keputusan yang sudah diketuk di komisi VII soal subsidi BBM tidak bisa berubah. “Saya kira ini blunder. Dan blunder ini harusnya ada punishment. Sebab, apa yang kami lakukan di komisi VII sudah real, sudah melalui pembahasan dengan didahului RDP, rapat kerja, kita membahas kemudian menetapkan,” katanya di Jakarta, Kamis (22/3)
Dia mengatakan, usulan pemerintah untuk menambah subsidi listrik melalui dana cadangan risiko fiskal tidak relevan karena melanggengkan praktek inefisiensi yang dilakukan PLN. Effendi sebagai ketua Komisi VII meminta anggota Komisi VII di Banggar untuk memberikan argumennya agar dana cadangan risiko fiskal tidak dialokasikan untuk kepentingan PLN.” Cadangan fiskal silakan saja, tetapi jangan gunakan untuk kepentingan PLN. Sudah jelas terjadi pemborosan. Kami di Komisi VII mengerti ada pemborosan baik disengaja maupun tidak disengaja. Masa dibiarkan direksi melakukan error 10%,” tandasnya.
Satya W. Yudha, anggota Banggar dari Komisi VII Fraksi Golkar mengatakan, pemerintah sebaiknya mengusulkan dana cadangan risiko fiskal secara umum, bukan langsung dialokasikan besarannya sekaligus. “Jadi taruh di pos cadangan fiskal, soal nanti itu untuk apa, harus melewati komisi teknis terkait,” kata dia.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah harus menambah selisih dari dana subsidi listrik agar PLN bisa melayani masyarakat dengan baik dan tidak mengurangi biaya operasional. Pemerintah mengajukan cadangan risiko fiskal sebesar Rp 26,6 triliun. Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri ESDM bersama dengan Komisi VII, telah menyepakati untuk tambahan subsidi listrik sebesar Rp 24,52 triliun. Sehingga total subsidi listrik untuk RAPBN-P 2012 mencapai Rp 64,97 triliun. Angka ini terdiri dari subsidi APBN 2012 sebesar Rp 40,45 triliun ditambah tambahan subsidi sebesar Rp 24,52. “Kami tetap minta itu karena penting untuk kesehatan PLN sendiri dan untuk masyarakat,” katanya.
Di samping itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengatakan, DPR memberikan dukungan sepenuhnya dengan Komisi VII agar pemerintah tidak merombak kembali keputusan subsidi listrik yang telah disepakati di Komisi VII. Pramono menyayangkan koordinasi di internal pemerintah sendiri yang membuat beban subsidi membesar. “Kami dukung Komisi VII dan kami serahkan keputusannya di Banggar,” tambahnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik sendiri mengelak kalau ada salah koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan dalam pengajuan subsidi listrik. Jero bilang, pemerintah sebelumnya sudah mengajukan besaran subsidi Rp 91 triliun, namun DPR tak setuju. “Tidak salah hitung, tetapi angkanya yang diusulkan tidak disetujui jadi bukan miskoordinasi. Jadi kita mengajukan Rp 91 triliun kemudian disetujui Rp 64,9, jadi bukan miskoordinasi. Kalau saya mengajukan Rp 64 triliun itu baru miskoordinasi,” tambahnya.
Jero mengatakan, kalau besaran dana cadangan resiko fiskal ini tidak disetujui, siap-siap masyarakat menanggung risikonya. Dia mencatat, ada 2,5 juta rakyat yang mau melakukan pemasangan listrik baru. “Mereka itu tidak bisa terlayani kalau dananya kurang. Bisa ada pemadaman bergilir karena pemeliharaannya turun. Jadi itu risiko-risiko bagi rakyat, ada risiko lain juga risiko finance buat PLN,” katanya.
Namun, Efendi mengatakan, dana yang diberikan ke pemerintah khusus untuk listrik selalu besar, tetapi inefisiensi yang terjadi tidak bisa dikompensasi dengan subsidi yang terlalu besar. “Seandainya dikasih 1.000 triliun juga byar pet kok. Prinsip pengelolaannya sudah begitu rusak,” pungkasnya. Saat ini, rapat antara pemerintah dan badan anggaran masih berlangsung alot untuk membahas subsidi BBM. Sementara subsidi listrik belum kunjung dibahas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News