Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan salah satu gugatan syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengundang keprihatinan kalangan masyarakat. Sebanyak 215 tokoh masyarakat beragam profesi mengeluarkan Maklumat Juanda 2023.
Mereka menyebut, reformasi kembali ke titik nol. Mundurnya reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. "Reformasi dan demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati," ujar Juru Bicara Maklumat Juanda, Usman Hamid, dalam keterangannya, Senin (16/10).
Dalam maklumat tersebut disebutkan, kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai.
Baca Juga: Enggan Komentari Putusan MK, Jokowi: Nanti Bisa Disalah Mengerti
Usman menyebut, penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat.
Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek.
Mereka menilai, politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak kepala negara/presiden yang berkuasa.
Presiden Jokowi dinilai pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. "Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor," tulis maklumat tersebut.
Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan Mahasiswa, Kepala Daerah Belum 40 Tahun Bisa Maju Capres-Cawapres
Mereka memergoki perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.
"Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara. Indonesia memerlukan politik yang diabdikan untuk kedaulatan rakyat. Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga," sebut maklumat yang diteken 215 orang tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News