kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,67   -28,05   -2.91%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Untuk Memenuhi Kebutuhan Valas, Ekonom Sarankan Sejumlah Langkah Ini


Rabu, 09 Februari 2022 / 17:04 WIB
Untuk Memenuhi Kebutuhan Valas, Ekonom Sarankan Sejumlah Langkah Ini
ILUSTRASI. Seorang petuga menghitung mata uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (15/5/2019).Untuk Memenuhi Kebutuhan Valas, Ekonom Sarankan Sejumlah Langkah Ini.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengungkapkan pelarangan ekspor pertambangan di Januari 2022 akan berdampak pada penerimaan negara meskipun efeknya sangat kecil.

Sayangnya, dirinya belum dapat memperkirakan berapa persen penurunan dari dampak tersebut.

“Belum ada hitungan resmi, tapi saya kira pertumbuhan penerimaan pajak di bulan Januari akan tumbuh di level positif 4% hingga 5%. Angka ini saya kira berpotensi bisa lebih tinggi jika larangan ekspor batu bara tidak dilakukan selama periode Januari kemarin,” ujar Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy kepada Kontan.co.id, Rabu (9/2).

Jika melihat dari pengalaman sebelumnya, penerimaan dari sektor pertambangan di bulan Januari masih relatif kecil, yakni berada di kisaran 1% hingga 5% dari total penerimaan pajak.

Baca Juga: Jokowi Yakin Tahun 2022 Jadi Momentum Pemulihan Ekonomi Indonesia, Ini Pendorongnya

“Sepanjang tahun 2021 penerimaan dari sektor pertambangan tumbuh hingga 60%. Sektor pertambangan juga termasuk dalam 5 besar sektor dengan penyumbang terbesar ke penerimaan pajak kita. Sehingga memang pelarangan ekspor di awal Januari silam akan sedikit mempengaruhi penerimaan pajak di dalam negeri,” ujarnya.

Yusuf menambahkan, untuk menutup kebutuhan Valuta Asing (valas) menurutnya masih bisa dikompensasi dari beberapa hal dari penerimaan pajak sektor lain, seperti pemasukan dari ekspor produk industri.

“Sebagai ilustrasi, kontribusi share ekspor berada di kisaran 17% sementara untuk ekspor manufaktur kontribusinya berada di kisaran 70%. Sehingga saya kira ekspor non komoditas melalui ekspor industri manufaktur bisa mengkompensasi penurunan penghasilan valas dari ekspor pertambangan atau mineral ”, kata Yusuf.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky, menurutnya larangan ekspor terhadap penerimaan negara dampaknya akan gugur.

Baca Juga: Dari Seluruh Komponen Cadangan Devisa, Hanya Other Reserves Assets yang Meningkat

“Kalau dilihat dari 2021 ini kontribusi penerimaan negara dan komoditas ini memang relatif sangat tinggi. Jadi memang ini akan berdampak pada penerimaan negara yang relatif akan menurun. Di sisi lain, larangan ekspor juga berdampak kepada kebutuhan valas yang juga akan menurun," ucapnya.

“Ini juga sebetulnya sudah terlihat dari cadangan devisa yang dimiliki oleh BI per Januari itu turun sekitar US$ 141 Miliar dibandingkan sebelumnya US$ 144 Miliar,” sambungnya.

Namun menurut Riefky, cadangan devisa dan nilai tukar masih relatif stabil sehingga tidak perlu ada langkah atau spesifik untuk menutup kebutuhan valas tersebut karena cadangan devisa BI masih memadai.

“Kemudian apakah ekspor non komoditas bisa menutup anjloknya penghasilan valas dari ekspor? Nah ini memang agak sulit diprediksi. Tetapi memang dugaan saya ekspor non komoditas ini masih bisa kembali walaupun kita belum tahu apakah bisa menutupi keseluruhan anjloknya valas dari ekspor tersebut”, ujar Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×