Reporter: Herlina KD | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih saja mengalami jalan buntu. Pemerintah dan DPR masih belum menemukan kata sepakat mengenai struktur dan tata cara pemilihan dewan komisioner.
Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan sebenarnya pemerintah dan DPR harusnya lebih mengutamakan isi teknis regulasi OJK terlebih dahulu seperti masalah anggaran, soal bailout dan koordinasi antar instansi baik dalam negeri maupun dengan instansi luar negeri. "Yang penting OJK itu jalan dulu, baru dewan komisioner ditentukan kemudian," ujarnya Rabu (13/7).
Ia menambahkan masa uji coba OJK setidaknya berlangsung selama 3 tahun. Tujuannya adalah untuk mencari formula yang tepat, termasuk mengenai susunan dewan komisioner yang disesuaikan dengan kebutuhan bagi OJK itu sendiri. Jadi, "Susunan dewan komisioner bukan ditentukan dari awal, tapi disusun berdasarkan perkembangan yang terjadi selama masa 3 tahun itu," jelas Fauzi.
Nah, selama 3 tahun ini Fauzi bilang pimpinan OJK bisa diambil dari Bank Indonesia (BI), Bapepam-LK, dan Kementerian Keuangan. "Nanti kalau sudah siap, pada saat itu dewan komisioner bisa dibentuk. Yang jelas, lembaga OJK-nya harus jalan terlebih dahulu," ujarnya.
Pengamat Ekonomi INDEF Aviliani juga menilai selama ini pemerintah dan DPR justru lebih mengurus mengenai struktur OJK, bukan substansinya. Mengenai struktur dewan komisioner, Aviliani menekankan yang pasti harus ada orang BI. "Harus ada orang yang tahu perbankan," jelasnya.
Perwakilan dari BI ini nantinya bisa menjadi anggota ex officio. Sedangkan dari pemerintah atau dalam hal ini Kementerian Keuangan tidak perlu ada di dalam struktur dewan komisioner. Sebab, ini akan mengurangi independensi OJK.
Selebihnya, kata Aviliani anggota dewan komisioner sebaiknya berasal dari pelaku bisnis di sektor keuangan berpengalaman. Selain itu, "Pelaku di sektor keuangan ini yang memiliki market tinggi seperti asuransi atau pasar modal," jelasnya.
Catatan saja, hasil diskusi terakhir antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) gagal menghasilkan titik temu. DPR mengancam akan mengembalikan RUU ini kepada pemerintah jika hingga batas waktu akhir Kamis nanti tidak tercapai keputusan. Sehingga, kemungkinan akan dilakukan voting untuk mencari kesepakatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News