kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UMKM malas bayar pajak, ini kata pengamat


Selasa, 18 Februari 2020 / 20:28 WIB
UMKM malas bayar pajak, ini kata pengamat
ILUSTRASI. Seorang wajib pajak meninggalkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Geliat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk membayar pajak tumbuh melambat di tahun lalu sebesar 23% year on year (yoy) di bawah pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 27,8%. 

Direktur Eksekutif Centern for Information Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai seharusnya pertumbuhan Wajib Pajak (WP) UMKM yang memenuhi kewajibannya bisa lebih banyak. Alasannya tarif Pajak Penghasilan (PPh) final sudah melandai dari 1% menjadi 0,5% di tahun 2019, sehingga wajarnya jumlah WP UMKM jauh lebih banyak.

Ini mengonfirmasi bahwa ekstensifikasi basis pajak UMKM oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kurang maksimal. Prastowo mengindikasi ada tiga alasan mengapa UMKM malas bayar pajak. 

Baca Juga: Realisasi pembayaran pajak via platform digital capai seperempat triliun

Pertama, sosialisasi otoritas pajak terhadap kewajiban dan kemudahan pembayaran pajak UMKM kurang friendly

Kedua, kurangnya dukungan pemerintah daerah (Pemda) untuk merangkul UMKM. Menurut Prastowo, pertumbuhan basis WP UMKM yang melambat tidak semata-mata karena kantor pajak pusat. Sebab, Pemda adalah pihak yang selama ini memberikan perizinan dan menyediakan tempat bisnis bagi UMKM.

Ketiga, pola UMKM berpindah dari offline ke platform digital. Perpindahan model bisnis ini justru malah menggocek otoritas pajak menjaring basis pajak UMKM.

“Karena masih ada kesan seolah-olah saya (UMKM) bisnis di platform e-commerce tidak bayar pajak dengan adanya PMK 210 tentang e-commerce yang dibatalkan otomatis registrasi UMKM sebagai WP belum terfasilitasi. Itu kendala utamanya,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).

Prastowo menilai untuk menjamah kepatuhan formal WP UMKM otoritas pajak seyogyanya dapat mewajibkan pedagang online untuk registrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Ini sebetulnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.10/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

“Mewajibkan untuk mencantumkan NIK lebih bijak ketimbang harus ada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau dengan cara yang saat ini di PP 38 yang mewajibkan untuk mendaftar. Jadi di-capture-nya lewat cara-cara tidak langsung. Itu sudah pasti lebih moderat dan orang mau. Yang wajib-wajib cara yang sah, tapi rasanya kurang pas,” kata Prastowo.

Dari sisi kepatuhan material UMKM, Prastowo lagi-lagi meyakini substansi dalam PMK 210/2018 sudah tepat. Beleid tersebut menyatakan bahwa e-commerce harus melaporkan data transaksinya secara periodik.

Menurutnya, cara ini jauh lebih diminati ketimbang aturan pada Pasal 35 a Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mewajibkan seluruh instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak tertentu wajib memberikan data informasi keuangannya kepada otoritas pajak. Bila menolak, bahkan ada hukuman pidana.

“Ini mengapa PMK 210 ditolak karena tidak di-pairing dengan pasal 35 A UU KUP. Harus dikasih pilihan. Karena cara mengomunikasikannya, tidak di-pairing dengan yang lebih berat. Australia pakai MoU dengan masing market place, kalau itu dilakukan takut mereka. Mending di bawah standar saja, kemarin kan yang diminta hanya data NIK,” harap Prastowo.

Baca Juga: Pertumbuhan wajib pajak UMKM yang membayar pajak melandai

Prastowo menambahkan, model bisnis yang saat ini go digital harus dibalas dengan strategi digital pula. CITA menyarankan agar otoritas pajak dapat bekerjasama dengan Gojek dan Grab yang memiliki berbagai mitra usaha. Wajar bila registrasi mitra usaha dengan kedua platform jasa tersebut harus mencantumkan NPWP atau NIK.

Kerjasama ini diharapkan bisa memberikan data UMKM yang jadi mitra usaha Gojek dan Grab kepada Ditjen Pajak. Ketika omzet UMKM di atas Rp 4,8 miliar per tahun, bisa didorong menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sebagai gambaran, berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sepanjang tahun lalu jumlah wajib pajak (WP) UMKM yang membayar pajak sebanyak 2,31 juta WP. 
Jumlah tersebut, terdiri dari WP Orang Pribadi (OP) UMKM mencapai 2,05 juta orang dan WP Badan UMKM sejumlah 257.000 perusahaan.   

Pencapaian tersebut, mencatatkan pertumbuhan 23% year on year (yoy), tetapi tumbuh melambat bila dibandingkan realisasi WP UMKM bayar pajak tahun 2018 yang tumbuh 27,8% secara tahunan dengan wajib pajak yang terdaftar membayar sejumlah 1,88 juta UMKM. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×