kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.461.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.130   40,00   0,26%
  • IDX 7.697   -47,60   -0,61%
  • KOMPAS100 1.196   -13,16   -1,09%
  • LQ45 960   -10,60   -1,09%
  • ISSI 231   -1,75   -0,75%
  • IDX30 493   -3,97   -0,80%
  • IDXHIDIV20 592   -5,69   -0,95%
  • IDX80 136   -1,30   -0,95%
  • IDXV30 143   0,32   0,23%
  • IDXQ30 164   -1,28   -0,77%

Tugas wakil menteri berpotensi tumpang tindih


Kamis, 20 Oktober 2011 / 09:42 WIB
ILUSTRASI. Garena Free Fire tunjuk Christiano Ronaldo sebagai Brand Ambassador dan karakter baru


Reporter: Herlina KD, Dwi Nur Oktaviani, Riendy Astria, Yudho Winarto | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Wajar bila orang bilang pembantu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertambah gendut. Kemarin, SBY melantik 12 menteri dan 13 wakil menteri (wamen) baru hasil reshuffle di Istana Negara, lengkap dengan target-target yang harus dituntaskan mereka dalam tiga tahun masa jabatan terakhirnya

Meski Presiden dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan kalau wakil menteri bukanlah anggota kabinet, tak bisa dipungkiri kalau adanya tambahan 13 pos wakil menteri membuat postur pejabat yang menjadi pembantu SBY menjadi bongsor.

Mari kita ambil contoh. Di Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kini mendapatkan dua pos wakil menteri.

Publik sanksi, kehadiran wakil menteri ini akan membuat pekerjaan mereka lebih efektif. Bukan mustahil, malah akan terjadi tumpang tindih tugas antar wakil menteri atau dengan pejabat lain.

Namun anggapan ini ditepis Menteri Keuangan, Agus Martowardojo. Di Kementerian Keuangan, penambahan wakil menteri sudah pas sebab banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. "Saya optimistis dua wakil menteri ini membawa kinerja baik," ujarnya.

Namun, Agus mengaku belum bisa menjelaskan mengenai pembagian tugas antara dua wakil menterinya. Ia hanya bilang, kedua wakil menteri ini akan membantu menjalankan kegiatan operasional dan kebijakan di Kementerian Keuangan. "Kami juga akan meminta mereka untuk melakukan supervisi portofolio," ujarnya.

Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan) Wiharto mengatakan, adanya wakil menteri memang bisa menimbulkan overlapping dengan jabatan lainnya. Utamanya dengan sekretaris menteri. Makanya, menteri harus membagi wewenang kedua pejabat tersebut agar tak bergesekan.

Sekretaris menteri misalnya akan menggarap pekerjaan internal nonteknis di Kemenpan. Adapun, wakil menteri melakukan koordinasi teknis. "Namun, ini terserah menterinya," ujar Wiharto.

Tunjangan lebih besar

Selain sangat mungkin terjadi tumpang tindih tugas, penambahan wakil menteri juga dianggap juga sebagai pemborosan. Tentu saja, pemerintah akan menolak anggapan ini

Wiharto menjelaskan, dalam struktur organisasi, jabatan wakil menteri setingkat direktur jenderal, sekretaris menteri dan deputi, yakni pejabat eselon 1A sehingga gaji pokoknya sama.

Namun wakil menteri mendapat tunjangan jabatan lebih besar karena bertugas sebagai koordinator pejabat lainnya.

Gaji wakil menteri juga tergantung masa kerja selama menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dalam Peraturan Presiden Nomor 25/2010 tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS, golongan tertinggi di PNS adalah IV dengan masa kerja di atas 18 tahun mendapatkan gaji pokok di atas Rp 3 juta.

Itu belum termasuk tunjangan jabatannya. "Untuk tunjangan jabatan eselon 1A sekitar Rp 5,5 juta," katanya.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Uchok Sky Khadafi mengaku tak tahu detail gaji wakil menteri. Namun tak beda jauh dengan gaji menteri. "Total gaji menteri sekitar Rp 18 juta per bulan, dari gaji pokok Rp 5 juta dan tunjangan Rp 13 juta," katanya.

Namun di luar gaji para pejabat baik menteri dan wakil menteri mendapatkan anggaran fasilitas. Uchok mencontohkan, di Kementerian Dalam Negeri, bisa menghabiskan total pengeluaran Rp 14,3 miliar dalam setahun.

Anggaran itu terbagi atas, anggaran jamuan tamu menteri dan Sekjen Rp 613,4 juta. Lalu, biaya operasional menteri Rp 1,2 miliar. "Data itu dari sumber kami dan juga APBN 2010," kata Uchok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×