kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.491.000   8.000   0,32%
  • USD/IDR 16.757   21,00   0,13%
  • IDX 8.610   -8,64   -0,10%
  • KOMPAS100 1.188   4,72   0,40%
  • LQ45 854   1,82   0,21%
  • ISSI 307   0,26   0,08%
  • IDX30 439   -0,89   -0,20%
  • IDXHIDIV20 511   -0,15   -0,03%
  • IDX80 133   0,33   0,25%
  • IDXV30 138   0,47   0,34%
  • IDXQ30 140   -0,47   -0,33%

Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE


Selasa, 13 September 2022 / 17:32 WIB
Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE
ILUSTRASI. Mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana (kelima kanan), menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Tuduhan Korupsi Minyak Goreng Dinilai Berawal dari Kebijakan DMO yang Jadi Syarat PE.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

Tungkot menjelaskan, sebagai  negara produsen sekaligus konsumen terbesar CPO di dunia pemerintah Indonesia bersama berbagai asosiasi sawit pada tahun 2011 telah membuat grand policy industri sawit dengan mekanisme kombinasi antara pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK), hilirisasi dan peningkatan penggunaan konsumsi domestik baik untuk energi maupun makanan dan oleokimia.

"Kombinasi  kebijakan ini bagus sekali untuk mewujudkan kepentingan Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia dan sekaligus juga sebagai konsumen terbesar. Tujuan utamanya, untuk menyeimbangkan ekspor dan kepentingan domestik," kata Tungkot. 

Baca Juga: Kasus Korupsi Ekspor CPO, Lin Che Wei dan 4 Tersangka Lainnya Hadapi Sidang Perdana

Menurut Tungkot, dengan mekanisme ini mudah diterapkan, jika harga CPO di pasar global tinggi tinggal menaikkan PE dan BK agar tidak semua produksi CPO terserap untuk pasar ekspor. Kemudian saat harga rendah, pemerintah tinggal menurunkan PE dengan tujuan meningkatkan serapan dalam negeri.

Hal ini berbeda dengan kebijakan DMO dan DPO, yang sering menimbulkan masalah. Apalagi gonta-ganti kebijakan justru menimbulkan berbagai persoalan. Selain itu, gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO akan menimbulkan ketidakpastian berusaha karena berpijak di luar kebijakan yang sudah dibangun fondasinya. 

Gonta-ganti kebijakan, kata Tungkot, selain menimbulkan ketidakpastian berusaha juga membuat risiko rawan akan pelanggaran. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×