kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,45   0,83%
  • KOMPAS100 1.107   11,93   1,09%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   1,25   0,57%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,59   1,05%
  • IDX80 127   1,36   1,08%
  • IDXV30 135   0,76   0,57%
  • IDXQ30 149   1,76   1,20%

Tren Penyalahgunaan Masih Tinggi, UU Narkotika akan Segera Direvisi


Kamis, 31 Maret 2022 / 16:01 WIB
Tren Penyalahgunaan Masih Tinggi, UU Narkotika akan Segera Direvisi
ILUSTRASI. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menyampaikan surat presiden mengenai revisi RUU tentang perubahan lkedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada 14 Januari 2022 lalu.

Untuk menindaklanjuti Surat Presiden tersebut, Menteri Hukum dan HAM menyampaikan penjelasan atas RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada rapat kerja Kamis (31/3).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika telah mengancam keberlangsungan hidup bangsa Indonesia, terutama telah mengancam generasi muda.

Mengingat saat ini semakin meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, dan prekursor narkotika, dengan mempertimbangkan kuantitas dan kualitas aparat penegak hukum, serta kapasitas lembaga pemasyarakatan, pemerintah mengutamakan penguatan pencegahan dalam menangani penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.

Baca Juga: KPPU Sebut Butuh Satu Alat Bukti Lagi Sebelum Kasus Minyak Goreng Naik ke Persidangan

Upaya pencegahan dilakukan secara integral dan dinamis antara aparat penegak hukum dengan masyarakat

Selain upaya penguatan pencegahan, upaya pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika juga diperkuat agar tujuan bernegara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dapat terlaksana dengan maksimal

“Upaya ini sangat diperlukan mengingat tren perkembangan penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika masih tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan untuk melakukan revisi terhadap UU nomor 35 tahun 2009,” ujar Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (31/3).

Di sisi lain, lanjut Yasonna, terdapat perkembangan kebutuhan masyarakat yang perlu menjadi perhatian. Yaitu terkait dengan pengaturan mengenai pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika.

Menurut Yasonna, UU nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam pelaksanaannya belum memberikan konsepsi yang jelas tentang pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika.

Perlakuan yang sama terhadap pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar ataupun pengedar narkotika menimbulkan ketidakadilan dalam penanganan nya.

“Seharusnya penanganan terhadap pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika difokuskan pada upaya rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata Yasonna.

Asesmen tersebut dilakukan tim asesmen terpadu yang berisi unsur medis dan unsur hukum. Unsur medis antara lain dokter, psikolog, dan psikiater. Unsur hukum antara lain penyidik, menurut umum, dan pembimbing kemasyarakatan.

Tim asesmen terpadu akan mengeluarkan rekomendasi pecandu narkotika, penyalahgunaan narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika akan direhabilitasi atau tidak. Dengan mengutamakan pendekatan rehabilitasi dibandingkan pidana penjara merupakan bentuk restorative justice.

Yaitu salah satu upaya pendekatan penyelesaian perkara pidana yang lebih menekankan pemulihan kembali keadaan korban ke keadaan semula dengan melibatkan berbagai pihak

Konsep restorative justice menekankan ukuran keadilan tidak lagi mendasarkan pembalasan setimpal dari korban kepada pelaku, baik secara fisik, psikis atau hukuman. Namun perbuatan yang menyakitkan itu disembuhkan dengan memberikan dukungan kepada korban dan memasyarakatkan pelaku untuk bertanggungjawab dengan bantuan keluarga dan masyarakat bila diperlukan

“Kebijakan untuk lebih mengedepankan upaya rehabilitasi ini sejalan dengan upaya untuk mengurangi over kapasitas lembaga pemasyarakatan,” ucap Yasonna.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Beri Kepastian Regulasi untuk Kompensasi Penjualan Solar Subsidi

Yasonna menerangkan, beberapa ketentuan yang diatur dalam revisi RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika antara lain.

Pertama, zat psikoaktif baru. Kedua, penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai rehabilitasi. Ketiga, tim asesmen terpadu.

Keempat, penyidik Badan Narkotika Nasional serta kewenangannya. Kelima, syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentu.

“Serta penetapan status barang sitaan dan enam penyempurnaan ketentuan pidana,” ujar Yasonna.

Atas penjelasan pemerintah, DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja) revisi RUU tentang perubahan kedua atas UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ketua Panja RUU Narkotika merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.

“Semua fraksi mendukung, menyetujui RUU tentang perubahan kedua UU tentang Narkotika untuk dilanjutkan pada tahap legislasi berikutnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Untuk kegiatan agenda Panja selanjutnya akan segera kami infokan melalui sekretariat Komisi III DPR RI,” ucap Khairul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×