kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Total piutang negara yang tercatat di LKPP Rp 358,5 triliun pada 2019


Jumat, 02 Oktober 2020 / 17:51 WIB
Total piutang negara yang tercatat di LKPP Rp 358,5 triliun pada 2019
Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, Kemenkeu, Lukman Effendi


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menyebutkan piutang negara yang tercatat pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebesar Rp 358,5 triliun pada tahun 2019.

DJKN menyebutkan, piutang negara tersebut terbagi menjadi dua kategori yakni piutang lancar sebesar Rp 279,9 triliun dan piutang jangka panjang sebesar Rp 60,6 triliun.

Sehingga dari jumlah tersebut, ada penyisihan piutang yang tak tertagih pada piutang lancar sebesar Rp 187,3 triliun. Serta piutang tak tertagih pada piutang jangka panjang senilai Rp 3,7 triliun.

Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, Lukman Effendi menjelaskan, dalam piutang lancar juga terbagi menjadi piutang pajak dan piutang non pajak.

Baca Juga: Pengelola GBK diminta tinjau ulang kerja sama 13 aset

“Piutang lancar ini terbagi dalam piutang perpajakan yang mencapai Rp 94,6 triliun serta piutang bukan pajak yang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. Piutang bukan pajak mencapai Rp 166,25 triliun. Cukup mendominasi daru piutang lancarnya,” jelas Lukman dalam diskusi secara daring, Jumat (2/10).

Adapun, biasanya piutang bukan pajak yang sebesar Rp 166,25 triliun ini timbul dari kegiatan operasional Kementerian/Lembaga masing-masing serta dari Bendaraha Umum Negara (BUN).

Lukman menjabarkan, piutang bukan pajak yang berasal dari K/L adalah sebesar Rp 44,5 triliun sedangkan piutang yang berasal dari BUN sebesar Rp 121,7 triliun.

Ia juga menjelaskan, dalam mengelola piutang negara itu berada dalam Kementerian/Lembaga mulai dari pencatatan, di tata usahakan,  melakukan upaya penagihan dan pembayaran yang tepat waktu, hingga melakukan somasi.

Baca Juga: Terkait sengketa hukum, Fireworks desak KPKNL batalkan lelang Hotel Kuta Paradiso

“Prinsipnya adalah piutang-piutang yang masih di K/L harus diselesaikan oleh K/L itu sendiri. Mereka harus catat, kemudian di administrasikan dan di sajikan dalam bentuk laporan keuangan,” jelasnya.

Sehingga harapannya K/L dapat mengoptimalkan pengelolaan piutang negara supaya penyisihan dalam piutang negara semakin kecil dan tingkat pengembaliannya dapat semakin besar.

“Sebab K/L itu tau persis siapa debiturnya dan apa karakteristik timbulnya piutang itu sendiri,” katanya.

Namun, apabila piutang yang dikelola K/L ini mengalami macet maka akan diserahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) secara optimal yang artinya diharapkan sampai uang itu bisa kembali.

Aturan tersebut juga tertuang pada Undang-Undang Nomor 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.

Baca Juga: Bekas Ketua KPK Busyro Muqoddas jadi pengacara Bambang Trihatmodjo

“Sehingga perlu penyerahan dokumen lengkap yang meliputi besaran piutang, orang yang berutang, dan alamat debitur,” tandasnya.

Sehingga, kewenangan PUPN dalam piutang ini akan cukup besar. Sebab yang diserahkan adalah debitur yang mengalami piutang macet.

Adapun apabila wewenang sudah dipegang oleh PUPN maka berhak melakukan pemblokiran dan penyitaan terhadap aset-aset debitur. Ditambah lagi, PUPN juga bisa mengeluarkan surat paksa bagi para penunggak utang untuk membayar tunggakan piutang.

“Lewat wewenang PUPN kita juga bisa lakukan lelang aset sehingga ini menjadi unsur penting juga dalam hal ini,” tutupnya.

Selanjutnya: Kemenkeu siap menghadapi gugatan putra Soeharto terkait pencekalan ke luar negeri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×