Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tenaga kerja Indonesia (TKI) atau buruh migran RI akan diwajibkan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Kewajiban ini diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri.
Rancangan beleid itu telah ditetapkan dalam rapat paripurna menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (13/10). Calon beleid tersebut akan menggantikan Undang-Undang Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar negeri.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, berbeda dengan aturan sebelumnya, lewat RUU ini pemerintah akan diarahkan untuk memberikan perlindungan total kepada para TKI. Mulai dari pra penempatan, masa penempatan, hingga pasca penempatan.
Nah, salah satu bentuk perlindungan yang diberikan ialah kepastian kepesertaan TKI dalam sistem jaminan sosial nasional (SJSN). "Premi asuransi pekerja akan ditanggung negara, serta pelaksanaan sistem asuransi yang langsung dipegang oleh negara melalui BPJS," kata Dede.
Pasal 57 rancangan beleid itu menyebutkan, program asuransi dalam masa pra penempatan meliputi risiko meninggal dunia, sakit/cacat, kecelakaan, kegagalan berangkat bukan karena kesalahan calon TKI, serta risiko akibat tindakan kekerasan fisik dan seksual. Program asuransi pasca penempatan mencakup risiko kematian, sakit, kecelakaan, serta risiko tindakan kekerasan selama perjalanan pulang.
Sedangkan program asuransi saat masa penempatan meliputi risiko gagal penempatan, meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan saat jam kerja maupun di luar jam kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), upah tidak dibayar, pemulangan, masalah hukum, serta risiko hilangnya akal budi.
Sebelumnya, Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Junaedi bilang, BPJS Ketenagakerjaan menyerahkan seluruh kebijakan ini kepada pemerintah sebagai regulator. Sebagai operator, BPJS Ketenagakerjaan siap menjalankan perintah UU.
Catatan saja, jaminan kerja di luar negeri ada di bawah kewenangan hukum negara setempat. Bila nanti BPJS Ketenagakerjaan ikut menjamin pekerja di luar negeri, maka beban yang ditanggung pekerja berpotensi berlipat.
Hingga saat ini, BPJS belum memiliki konsep implementasi SJSN yang detail bagi TKI seperti yang diusulkan oleh DPR. "Kalau ada dua (jaminan sosial) tidak masalah. Tinggal bentuknya seperti apa. Kalau pemerintah undangkan, sebagai operator kami buat programnya," kata Junaedi.
Yang jelas, calon regulasi ini berpotensi mendongkrak dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi, potensi devisa dari TKI sekitar Rp 100 triliun per tahun. Sayangnya, BPJS masih enggan merinci potensi tambahan dana kelolaan akibat regulasi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News