Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan rasio pajak alias tax ratio Indonesia menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan yang baru. Maklum, rasio pajak Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia adalah dengan mengoptimalkan penerimaan pajak dari kalangan crazy rich.
"Sekarang perlu keberanian politik untuk kejar pajak orang kaya, terutama yang asetnya tersebar di banyak negara," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).
Baca Juga: Otak Atik Anggaran untuk Program Makan Siang Gratis
Senada, Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan, saat ini struktur penerimaan pajak di Indonesia masih sangat timpang.
Menurutnya, orang kaya Indonesia menyumbang penerimaan pajak lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok karyawan.
Hal ini bisa terlihat dari kontribusi penerimaan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang hanya berkontribusi 0,7%, atau jauh lebih rendah dibandingkan kelompok karyawan atau PPh 21 yang mencapai 11% pada 2023.
Baca Juga: Bersiap Menyambut Sistem Pajak yang Lebih Modern
Di sisi lain, meski Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah mengatur bahwa orang kaya Indonesia masuk ke dalam lapisan tarif 35%, namun tarif pajak tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara lain.
"Tarif ini (35%) masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Amerika Serikat misalnya sudah 37%, Korea Selatan 42%, Jepang malah 45%," kata Ariawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News