kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.355   -190,00   -1,15%
  • IDX 6.869   82,03   1,21%
  • KOMPAS100 995   15,18   1,55%
  • LQ45 764   10,59   1,40%
  • ISSI 223   2,25   1,02%
  • IDX30 395   4,66   1,19%
  • IDXHIDIV20 461   4,56   1,00%
  • IDX80 112   1,50   1,36%
  • IDXV30 114   0,50   0,44%
  • IDXQ30 128   1,96   1,56%

Timur Tengah di Titik Kritis: Perang Israel-Iran Guncang Pasar Energi dan Geopolitik


Selasa, 24 Juni 2025 / 21:09 WIB
Timur Tengah di Titik Kritis: Perang Israel-Iran Guncang Pasar Energi dan Geopolitik
ILUSTRASI. Illustrative photo of small figures of soldiers representing two armies in front of the flags of Iran and Israel displayed on a computer screen, on April 15, 2024. (Artur Widak/NurPhoto via Reuters)


Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang meletus pada 13 Juni 2025 telah mengubah dinamika geopolitik di Timur Tengah secara signifikan.

Serangan Israel terhadap hampir 100 target strategis Iran, termasuk fasilitas nuklir, dibalas oleh Iran dengan gelombang serangan drone dan rudal ke wilayah Israel.

Ketegangan ini memicu kekhawatiran global terhadap stabilitas energi dan keamanan kawasan.

Baca Juga: Trump Geram: Israel dan Iran Langgar Gencatan Senjata, "Bawa Pulang Pilot Kalian!"

"Ini bukan sekadar konflik dua negara, tetapi pertarungan yang melibatkan aktor global — dari Amerika Serikat hingga Rusia dan China. Dampaknya langsung terasa di pasar energi, jalur perdagangan, dan ketahanan ekonomi dunia," kata analis geopolitik Dedy Yulianto dalam pernyataannya, Senin (23/6).

Selat Hormuz dan Ancaman Terhadap Pasokan Energi

Iran sempat mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur vital yang dilalui sekitar 20% pasokan minyak global.

Ketegangan tersebut memicu lonjakan harga minyak Brent sebesar 7% dalam sepekan, diikuti kenaikan biaya logistik dan premi asuransi kapal.

"Jika Selat Hormuz ditutup, harga minyak bisa melampaui US$100 per barel. Ini akan mendorong inflasi global dan memicu disrupsi pasokan energi secara masif," ujar Dedy.

Baca Juga: Menghitung Dampak Perang Israel-Iran terhadap Beban Utang Indonesia

Situasi semakin panas saat militer AS melancarkan Operasi Midnight Hammer pada 22 Juni, menargetkan tiga fasilitas nuklir Iran.

Sebagai balasan, Iran meluncurkan serangan ke pangkalan militer AS di Qatar.

"Keterlibatan langsung Amerika membuat konflik ini berpotensi meluas ke level internasional," tambah Dedy.

Empat Dampak Global dari Konflik Iran-Israel

Pertama, lonjakan harga minyak dan gas alam disertai kenaikan biaya pengiriman. Harga minyak mentah WTI dan Brent melonjak hampir 7% dalam sepekan terakhir.

Kedua, ancaman terhadap Selat Hormuz, jalur air strategis antara Iran dan Oman yang dilalui 30% perdagangan minyak global melalui laut. Gangguan di jalur ini akan menimbulkan risiko besar terhadap keamanan energi global.

Baca Juga: Israel Sebut Iran Melanggar Gencatan Senjata, Militer Kembali Dikerahkan

Meskipun tanpa blokade total, operator kapal bisa menghindari wilayah tersebut jika biaya asuransi melonjak atau kru menolak berlayar di zona konflik.

Ketiga, gelombang serangan Israel turut mengubah lanskap keamanan di kawasan. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, bahkan menyatakan akan meningkatkan persenjataan, rudal, dan drone untuk menjaga pertahanan nasional negaranya.

Keempat, konflik ini memperparah ketidakpastian global yang sebelumnya sudah dibayangi oleh perang dagang dan kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat.

Dampak Ekonomi Makro dan Harapan Negosiasi

Meski begitu, Dedy menilai dampak inflasi secara global kemungkinan akan tetap terbatas dalam jangka pendek.

Baca Juga: Trump Deklarasikan Gencatan Senjata Iran-Israel: Apakah Damai Benar-Benar Terwujud?

Namun, ia menekankan bahwa efek jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas kawasan tetap harus diwaspadai.

"Konflik ini seperti permainan catur global. Amerika Serikat memegang papan, sementara Israel dan Iran hanyalah bidak. Tapi pemenangnya bukan yang terkuat secara militer, melainkan yang mampu menahan diri dan memanfaatkan momentum untuk bernegosiasi," pungkas Dedy.

Selanjutnya: Kolaborasi Indonesia dan Jepang dalam Pengembangan Kawasan TOD di Jabodetabek

Menarik Dibaca: Musim Liburan, Gangguan Perjalanan Whoosh Akibat Layang-Layang Meningkat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×