Reporter: Petrus Dabu | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Januari 2012 sudah membentuk tim evaluasi untuk penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Payung hukum terbentuknya tim yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian ini adalah Keputusan Presiden No 3 tahun 2012.
Meski sudah sekitar dua bulan terbentuk, namun belum ada perkembangan signifikan. Setidaknya, perusahaan-perusahaan pertambangan raksasa seperti Freeport dan Newmont, meski sudah berkali-kali menyatakan bersedia bernegosiasi, tetapi belum jelas apakah perusahaan asing tersebut bersedia mengubah klausul kontrak karya mereka.
Sejauh ini, hanya hasil kerja tim teknis dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara saja yang sudah menunjukkan hasil kerja yang nyata. Tim tersebut terbentuk sebelum adanya Keputusan Presiden.”Tim teknis dari Minerba selama ini sudah bekerja, hasilnya dalam waktu dekat ini ada 13 PKP2B mau tandatangan dan 5 KK siap tanda tangan. Yang lain, 62 PKP2B pada intinya sudah mau,” ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Minerba Edi Prasodjo kepada KONTAN di Jakarta, Selasa (13/3).
Edi mengatakan sejauh yang diketahuinya, juga akan ada tim teknis nasional yang dibentuk oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Tapi tim ini belum terbentuk.”Tim teknis di bawah Pak Menko belum terbentuk, masih dalam proses,” ujarnya.
Tim teknis nasional ini kata dia nantinya akan mengurus KK dan PKP2B perusahaan-perusahaan tambang raksasa. “Freeport nanti yang garap di tim nasional. Yang gede-gede itu di nasional, “ujarnya.
Sebelumnya, Hatta Rajasa mengatakan semua perusahaan tambang pemegang KK dan PKP2B harus bersedia untuk bernegosiasi ulang. “Tidak ada yang tidak mau, semuanya mau dan siap melakukan renegosiasi,” ujar Hatta, Senin (12/3).
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik. “Proses negosiasi belum selesai, semua sudah menyatakan siap untuk renegosiasi,” ujar Wacik.
Dua perusahaan tambang yang menjadi sorotan yaitu Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara sebelumnya menyatakan bersedia melakukan negosiasi tetapi sekaligus meminta pemerintah menghormati klausul dalam KK.
“Saya tetap percaya bahwa kontrak karya itu kan menjadi pegangan investor dan tentunya itu menjadi pegangan pemerintah juga. Jadi semua ketentuan yang berlaku di kontrak karya itu tentunya perlu dihormati,” ujar Sinta Sirait, Director-Executive Vice President & Chief Administration Officer PT Freeport Indonesia menjawab wartawan usai acara coffee morning yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (28/2).
Meski demikian, Sinta mengatakan Freeport bersedia untuk duduk di meja perundingan bersama pemerintah Indonesia untuk membicarakan masalah kontrak karya ini."Kalau untuk kontrak karya, sebetulnya dari awal kami sudah siap duduk bersama dengan pemerintah membicarakan ketentuan-ketentuan di dalam kontrak karya, perjanjian lainnya, dan rencana kerja. Itu kami siap duduk bersama," tandas Sinta.
Hanya Sinta mengelak menyebutkan hal-hal detail terkait renegosiasi. ”Saya pikir untuk hal-hal detailnya, tentunya tergantung hasil duduk bersama dengan pemerintah,” elaknya.
Menurut Sinta, Freeport yakin pemerintah menghormati ketentuan di dalam kontrak karya yang ada. Di temui dalam acara yang sama, Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), Martiono Hardiyanto juga meminta pemerintah untuk menghormati klausul dalam kontrak karya.
Dikatakan Martiono aturan hukum di Indonesia sering kali tumpang tindih sehingga tidak membingungkan investor. "Banyak tumpang tindih aturan, mulai dari aturan perundang-undangan Pertambangan, Kehutanan, Pemerintah Daerah, padahal kami berkontrak dengan pemerintah pusat, seharusnya hormati klausul-klausul yang telah disepakati, pengusaha butuh kepastian," ujarnya.
NNT kata dia bersedia untuk duduk bersama dengan pemerintah menegosiasi ulang kontrak karya. Namun, dia bilang prosesnya tidak mudah karena banyak hal yang akan dibicarakan."Renegosiasi ini tidak hanya membahas berapa besar royalti yang diberikan perusahaan tambang ke pemerintah, namun banyak sekali kewajiban-kewajiban yang masih perlu dinegosiasikan, bisa dibilang renegosiasi kontrak ini ribet," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News