Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, tak ada aturan bahwa seorang yang menjadi tersangka kasus korupsi dapat dilantik menjadi kepala daerah. KPK pun tidak memberikan izin pada Hambit Bintih untuk menghadiri pelantikannya sebagai Bupati Gunung Mas terpilih.
“Tidak ada satu pasal pun dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah, seseorang yang disangka melakukan korupsi boleh dilantik. Enggak ada aturan seperti itu,” kata Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12).
Hambit merupakan tersangka kasus dugaan suap pengaturan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Hambit diduga menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Salah satu alasan KPK tidak memberi izin pada Hambit karena kasus yang saat ini ditangani berkaitan dengan pelantikannya.
MK sebelumnya memenangkan pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, yakni Hambit Bintih dan Arton S Dohong, dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Oktober 2013. Putusan itu mementahkan permohonan yang diajukan oleh dua pemohon sekaligus.
Menurut Bambang, jika Hambit batal dilantik, maka calon wakil bupati dapat naik menempati posisi tersebut. Selain itu Bambang menjelaskan, bahwa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 35 tahun 2013 tidak ada disebutkan pelantikan kepala daerah bisa dilakukan di rumah tahanan (Rutan).
“Peraturan Mendagri yang baru, pelantikan itu dilakukan melalui sidang istimewa DPRD dilakukan di DPRD, kalau tidak bisa di DPRD, di tempat yang layak. Yang namanya tempat layak itu hotel, gedung olahraga, dan tempat pemerintahan lainnya. Enggak ada disebut di rutan,” lanjut Bambang.
Sebelumnya, pelantikan kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi KPK juga pernah terjadi. Jefferson pernah dilantik dalam Rutan Cipinang, tahun 2011 lalu. Sehari setelah dilantik, Jefferson melantik 28 pejabat eselon III Pemkot Tomohon dari dalam rumah tahanan. Jefferson adalah tahanan KPK yang akhirnya divonis 9 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan tipikor Jakarta.
Sebelumnya, dia dididakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan APBD Kotamadya Tomohon pada tahun 2006-2008 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 33,4 miliar. (Dian Maharani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News