kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tersengat corona, PMI Manufaktur Indonesia bulan Mei terendah kedua sepanjang sejarah


Selasa, 02 Juni 2020 / 09:24 WIB
Tersengat corona, PMI Manufaktur Indonesia bulan Mei terendah kedua sepanjang sejarah
ILUSTRASI. Pekerja memproduksi sepatu untuk diekspor di Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019). Kementerian Perindustrian memproyeksi ekspor produk alas kaki dalam negeri pada tahun 2019 bisa mencapai 6,5 miliar US Dollar atau naik dari 5,11 miliar US Dollar pada 201


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. IHS Markit baru saja melaporkan, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Mei berada di angka 28,6. Posisi ini naik tipis dari bulan April di angka 27,5 yang mana indeks tersebut mencatatkan kinerja terendah sepanjang survei yang dimulai pada bulan April 2011 silam.

Masih tetap di bawah level 50, indeks PMI di bulan Mei terus menunjukkan tingkat penurunan tajam di sektor kesehatan dan perekonomian. Indeks ini juga menandai posisi terendah kedua yang pernah tercatat sejak awal survei dimulai.

Baca Juga: Aktivitas manufaktur di Asia terpuruk akibat merosotnya perdagangan global

Berdasarkan laporan, penurunan indeks ini disebabkan oleh tindakan pencegahan lanjutan guna membatasi penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) di dalam negeri. Volume produksi dan permintaan baru juga menurun tajam setelah mencatatkan kontraksi terparah pada bulan April.

Sektor industri juga masih banyak yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Hal ini juga bersamaan dengan pengurangan besar pada aktivitas pembelian dan inventaris input. Sementara itu, biaya input kembali naik disebabkan oleh kurangnya material dan melemahnya nilai tukar rupiah.

"Produksi dan permintaan baru terus mengalami penurunan drastis. Hal ini akhirnya memaksa pelaku industri untuk mengurangi lapangan kerja, pembelian, dan persediaan guna memangkas biaya di tengah ancaman penutupan bisnis secara besar-besaran. Secara khusus, dalam survei terbaru ini juga mencatat tingkat pengangguran tertinggi yang pernah dilaporkan," ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw di dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Selasa (2/6).

Baca Juga: Aktivitas pabrik China mulai bangkit pada Mei, tapi permintaan masih lemah

Di dalam laporan tersebut, diketahui bahwa pandemi Covid-19 kembali menjadi penyebab utama dari penurunan kinerja manufaktur. Kondisi ini menyebabkan penutupan sektor bisnis non-esensial secara besar-besaran, kemandekan di sektor transportasi, dan berkurangnya permintaan barang manufaktur.

Berdasarkan data yang dikumpulkan pada periode 12-21 Mei 2020, terlihat bahwa output di bulan Mei terus menurun tajam sejalan dengan penurunan permintaan baru yang sebagian besar disebabkan oleh penurunan tingkat ekspor. Penurunan pada variabel tersebut memang sedikit berkurang dari kondisi bulan April, tetapi menjadi yang tercepat kedua sepanjang survei.

Dengan kondisi tersebut, akibatnya lapangan pekerjaan berkurang drastis di kisaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ini dikarenakan perusahaan mengurangi kapasitas, sejalan dengan berkurangnya permintaan.

Aktivitas pembelian juga terus menurun dengan tingkat penurunan tercepat kedua dan terparah sepanjang catatan survei. Sementara, stok pasca produksi menumpuk karena sejumlah industri menunjukkan bahwa barang, khususnya produk konsumer, banyak yang tidak terjual.

Baca Juga: Wall Street rebound setelah dibuka melemah berkat prospek pemulihan ekonomi

“Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di triwulan kedua, kemungkinan akan lebih buruk dibandingkan tiga bulan pertama pada awal tahun 2020. Hal ini menggambarkan banyaknya tindakan darurat yang diambil oleh pemerintah dalam melakukan pengendalian pandemi Covid-19," papar Bernard.

Survei IHS Markit menilai, berbagai tindakan pencegahan pandemi Covid-19 yang dilakukan pemerintah mengganggu rantai pasok. Proses pengiriman barang pun terganggu dengan waktu pengiriman yang semakin panjang dengan kisaran terlama sejak survei dimulai sembilan tahun lalu.

Secara garis besar, keterlambatan pengiriman ini disebabkan oleh inspeksi pabean yang semakin ketat, kurangnya material di tengah penutupan bisnis, serta adanya gangguan rute transportasi.

Baca Juga: Belanja warga Amerika anjlok tapi uang tabungan naik ke rekor tertinggi

Berkurangnya bahan baku dan lemahnya nilai tukar rupiah menyebabkan kenaikan biaya input pada bulan Mei. Akibatnya, harga rata-rata yang dikenakan para barang meningkat dikarenakan pelaku industri membebankan sebagian kenaikan biaya pada para pelanggannya.

“Dengan pertimbangan pemerintah untuk membuka kembali perekonomian secara bertahap mulai bulan Juni, PMI mungkin akan mulai naik pada bulan-bulan mendatang. Meskipun tentunya akan membutuhkan upaya yang lebih besar untuk memulihkan kerugian yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir," kata Bernard.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×