Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI masih terbelah atas Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Teguh Juwarno selaku anggota F-PAN sekaligus Ketua Komisi VI DPR RI bilang pihaknya memahami maksud dan tujuan holding BUMN.
Meski DPR sering mengkritisi terkait pengelolaan BUMN, namun DPR sadar holding merupakan kuasa pemerintah.
Teguh mengingatkan, proses holding BUMN harus benar dan tak melanggar UU yang lain. Salah satunya adalah BUMN yang dilebur dalam holding yang menjadi anak perusahaan BUMN.
"Padahal secara prinsip anak perusahaan BUMN bukan BUMN, sesuai UU BUMN, UU PT, dan UU Keuangan Negara," kata Teguh Juwarno kepada Kontan.co.id, Selasa (21/11).
Ia bilang, jika hal tersebut tak dikontrol maka akan menjadi pelepasan aset anak BUMN tanpa terkendali.
"Privatisasi BUMN yang sudah menjadi anak BUMN sudah tidak perlu pengawasan atau izin parlemen. Hal ini kami tentang," tegas dia.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal dari F-Gerindra menyatakan partai berlambang Garuda Merah itu tak setuju atas langkah pemerintah itu.
"Pada prinsipnya Gerindra tidak melihat hal yang penting dalam holding tersebut,"tukasnya.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana dari F-Demokrat masih membahas dalam internal partai. Pihaknya masih mempelajari PP No. 47 tahun 2017 apakah bertentangan Undang-Undang yang lain.
" Yang penting Peraturan Pemerintah yang dipakai melandasi pembentukan Holding tersebut, tidak boleh lebih tinggi dari amanat Undang-Undang di atasnya," jelas Azam.
Lain lagi atas sikap anggota Komisi VI dari F-PDIP, Ari Bima bilang pihaknya belum bisa mengambil sikap terkait langkah holding tambang tersebut. Tapi menurutnya antara ANTM dan Inalum hanya terjadi in-grouping.
"Kami belum bisa banyak komentar, tapi daripada fokus ke holding, persoalan inefisiensi juga harus dibereskan dulu," ujarnya.
Anggota Komisi VI, Inas Nasrullah dari F-Hanura bilang pihaknya tak khawatir atas holding BUMN Pertambangan. Lantaran pengalihan saham dilakukan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN).
Tapi pemerintah tak konsisten ketika melakukan penyertaan modal negara non tunai untuk PT. Djakarta Lloyd, telah meminta persetujuan DPR. Tapi untuk PT. Inalum tidak meminta persetujuan DPR.
"Oleh karena itu kami akan segera kita agendakan untuk mengundang Menteri BUMN untuk menjelaskannya," katanya.
Anggota Komisi VI dari F-Golkar, Eka Sastra bilang terkait hal ini Golkar belum memutuskan sikap atas langkah pemerintah itu. Tapi secara umum ia bilang, Golkar akan setuju asal Holding BUMN memberikan keuntungan bagi negara.
"Dengan pembentukan Holding perusahaan, akan semakin meningkatkan kapasitas dan skala BUMN sejenis sehingga meningkatkan kompetensi dan bargaining perusahaan," ujar Eka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News