Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11% pada April 2022. Selama ini, tarif PPN Indonesia dipatok di 10% dari harga barang atau jasa kena pajak.
Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat, peningkatan tarif PPN pada awal bulan depan ini bisa menjadi salah satu kontributor melambungnya inflasi Indonesia pada tahun 2022. Bahkan, dirinya memperkirakan inflasi pada tahun ini akan melebihi kisaran sasaran yang dipatok BI dan pemerintah.
“Inflasi pada 2022 ini bisa di atas 4% yoy, di mana target yang dipatok oleh otoritas adalah 2% yoy hingga 4% yoy. PPN menjadi salah satu kontributor, terutama dari sisi ekspektasi,” ujar David kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
David mengatakan, dampak peningkatan tarif PPN ke inflasi memang bisa datang dari efek multiplier alias dampak peningkatan satu harga barang ke harga barang lain yang terkait. Nah, menurut perhitungan kasarnya, peningkatan tarif PPN ini bisa mengerek inflasi di kisaran 0,15% hingga 0,2%.
Baca Juga: Penyesuaian Tarif PPN Mulai April, Solusi Terbaik Percepat Pemulihan Ekonomi
Selain dari sisi efek multiplier, ada peningkatan harga dari sisi ekspektasi yang disebutkan David sebelumnya. Ekspektasi ini berupa para produsen dan distributor yang kemudian menggunakan masa peningkatan PPN ini menjadi momentum untuk menaikkan harga barang.
Faktor ekspektasi inilah yang susah untuk dihitung berapa dampaknya terhadap inflasi, karena belum tentu semua produsen dan distributor melakukannya. Dan belum tentu juga penyesuaian harga dilakukan seragam. Belum lagi, ada asumsi peningkatan permintaan dari masyarakat sehingga ini juga bisa mendorong peningkatan harga lebih lanjut.
“Ekspektasi kenaikan harga bisa mendorong dari sisi permintaan. Ekspektasi kenaikan harga ini lebih besar mengerek inflasi, daripada perhitungan kasar dari efek multiplier tadi yang sekitar 0,15% hingga 0,2%. Ini susah dihitung,” jelas David.
Lebih lanjut, selain peningkatan tarif PPN, yang berpotensi mengerek inflasi pada tahun ini juga datang dari hari Raya Idul Fitri. Secara faktor musiman, hari Raya Idul Fitri dijadikan ajang masyarakat untuk konsumsi, seperti pakaian, makanan, bahkan perjalanan.
Baca Juga: PPN Naik 11% Mulai April, Febrio Yakin Tak Berdampak Signifikan Pada Inflasi
Belum lagi, ada risiko inflasi impor (imported inflation) yang merupakan transmisi inflasi dari peningkatan harga-harga global akibat ekskalasi perang Rusia dan Ukraina. David melihat, bila perang terus berkecamuk, maka risiko imported inflation ini bisa lebih tinggi.
Ia kemudian tak menampik ini akan membawa dampak pada daya beli masyarakat, terutama yang menengah ke bawah. Untuk itu, David meminta pemerintah untuk tetap terus memperhatikan daya beli masyarakat dan bahkan memberi uluran tangan berupa bantuan sosial.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Beri Insentif PPh pada 2022, Ini Alasan Sri Mulyani
Dirinya kemudian meminta pemerintah untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat miskin di perkotaan yang tergencet oleh kemungkinan peningkatan harga, tetapi pendapatan mereka terbatas.
“Karena masyarakat di luar Jawa masih akan terbantu dengan kenaikan beberapa harga komoditas. PEtani sawit, mereka yang bergerak di sekto rmineral dan batubara. Nah, masyarakat miskin di perkotaan inilah yang perlu dibantu,” ucapnya.
Selain itu, David juga mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan aturan turunan mengenai tarif PPN ini agar lebih jelas justrungan kebijakan ini, sehingga ekspektasi harga juga bisa bergerak dengan wajar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News