Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan terus melakukan identifikasi terjadinya peningkatan kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak usia 6 bulan-18 tahun.
Sebab menurut pantauan Kementerian Kesehatan gagal ginjal akut terjadi peningkatan terutama dalam dua bulan terakhir.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Per tanggal 18 Oktober 2022 sebanyak 189 kasus gagal ginjal akut telah dilaporkan, paling banyak didominasi usia 1-5 tahun.
Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan Yanti Herman menyatakan, pemerintah yakni Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan tim dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah membentuk satu tim yang bertugas untuk mengamati dan menyelidiki kasus gangguan ginjal akut pada anak.
Baca Juga: IDAI: Kasus Gangugan Ginjal Akut Mencapai 192 di Temukan di 20 Provinsi
Seiring dengan peningkatan tersebut, Kemenkes meminta orang tua untuk tidak panik, tenang namun selalu waspada.
Kewaspadaan ini terutama apabila orang tua mendapati anak mengalami gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut seperti ada diare, mual, muntah, demam selama 3-5 hari.
Selain itu keluhan gejala gagal ginjal akut ini disertai dengan batuk, pilek, sering mengantuk serta jumlah air seni/air kecil semakin sedikit bahkan tidak bisa buang air kecil sama sekali.
Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan Yanti Herman meminta agar para orang tua harus selalu hati-hati, dan memantau terus kesehatan anak-anak.
"Jika anak mengalami keluhan yang mengarah kepada penyakit gagal ginjal akut, sebaiknya segera konsultasikan ke tenaga kesehatan jangan ditunda atau mencari pengobatan sendiri,'' katanya dalam pernyataan tertulis Kementerian Kesehatan (18 /10).
Baca Juga: Kemenkes Terbitan Tata Laksana Penanganan Gagal Ginjal Akut pada Anak
Ia meminta agar orang tua memastikan bila anak sakit cukupi kebutuhan cairan tubuhnya dengan minum air.
Adapun gejala lain yang juga perlu diwaspadai orang tua adalah perubahan warna pada urine yakni menjadi pekat atau kecoklatan.
Bila warna urine berubah dan volume urine berkurang, bahkan tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), orang tua diminta segera membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Yanti Herman menegaskan, sampai saat ini kasus gagal ginjal akut pada anak belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Dari data yang ada gejala yang muncul di awal adalah terkait infeksi saluran cerna yang utama.
Untuk itu Kemkes menghimbau sebagai upaya pencegahan agar orang tua tetap memastikan perilaku hidup bersih dan sehat tetap diterapkan, pastikan cuci tangan tetap diterapkan, makan makanan yang bergizi seimbang, tidak jajan sembarangan, minum air matang dan pastikan imunisasi anak rutin dan lanjuti dilengkapi.
Baca Juga: DEG dan EG, Zat yang Dilarang Digunakan oleh BPOM untuk Produk Obat Sirup
Selain itu, Kemenkes juga telah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai bagian peningkatan kewaspadaan.
Surat keputusan ini memuat serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam melakukan penanganan terhadap pasien gagal ginjal akut sesuai dengan indikasi medis.
''Belajar dari penanganan pandemi Covid-19, pemerintah tentu tidak bisa bekerja sendiri. Sinergi dan kolaborasi dari seluruh pihak sangat diperlukan untuk mencegah agar penyakit ini bisa di cegah sedini mungkin," kata Yanti
Karenanya Yanti mengimbau kepada Dinas Kesehatan, rumah sakit maupun pintu masuk negara agar segera melaporkan apabila ada indikasi kasus yang mengarah kepada gagal ginjal akut maupun penyakit lain yang berpotensi mengalami Kejadian Luar Biasa.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menjelaskan, hingga kini masih belum ada kesimpulan tas terjadinya gangguan atau gagal ginjal akut pada anak.
Baca Juga: DEG dan EG, Zat yang Dilarang Digunakan oleh BPOM untuk Produk Obat Sirup
"Penyebab gangguan ginjal akut progresif pada anak yang kasusnya sudah 192, bukan ada kesimpulan penyebab tunggal. Ada dugaan post covid, ada juga diobati tak kunjung membaik, dan ada dugaan EG di komponen obat sirup. Tapi belum ada kesimpulan mengenai penyebab ini," katanya saat melakukan live instagram IDAI.
Piprin menceriterakan ada kasus anak 7 bulan dengan gangguan ginjal akut lalu meninggal dunia. Gejalanya kasus batuk pilek, ketiga kakaknya mengkonsumsi paracetamol generik dari puskesmas. Sementara yang meninggal dunia tidak meminnum obat apa-apa, tapi justru meninggal dunia," katanya.
Pelajaran dari kasus Gambia, DEG di komponen pelarut obat batuk sirup menyebabkan kejadian gangguan ginjal akut, setelah disetop penggunaan obat mengandung DEG. kasus turun drastis.
"Di Indonesia belum ada sebab tunggal yang jadi kesimpulan," katanya.
IDAI meminta masyarakat agar lebih rasional menggunakan obat-obatan bagi anak, dan berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan mengenai apa saja obat yang boleh dikonsumsi.
"Jangan membeli obat sembarangan saat terjadi batuk pilek karena banyak mudarat. Kalau ada hasil temuan BPOM baru ikuti imbauan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News