kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tekanan masih kuat, ekonomi Indonesia diprediksi hanya tumbuh 5,1% tahun ini


Selasa, 31 Juli 2018 / 18:13 WIB
Tekanan masih kuat, ekonomi Indonesia diprediksi hanya tumbuh 5,1% tahun ini
ILUSTRASI. Antisipasi Perlambatan Ekonomi


Reporter: Patricius Dewo | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan masih kuat, sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester II 2018 hanya sekitar 5,1%, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,4%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di paruh kedua ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kenaikan harga minyak, pelemahan nilai tukar rupiah akibat kenaikan suku bunga acuan the Fed, dan juga perang dagang.

"Dengan mempertimbangkan gejolak eksternal dan perkembangan terakhir pada ekonomi domestik, CORE memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama 2018 berada di kisaran 5,1%. Untuk pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sepanjang tahun 2018, CORE masih tetap berpegang pada prediksi semula, yakni 5,1% - 5,2%," ujar Muhammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE, Selasa (31/7).

Faisal mengatakan, hingga semester pertama, upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi mendapat tantangan berat akibat meningkatnya tekanan eksternal. Selain karena kenaikan harga minyak dan kenaikan suku bunga acuan The Fed, eskalasi perang dagang yang meningkat akhir-akhir ini menambah beban baru.

Untungnya, konsumsi swasta di dalam negeri yang melambat selama hampir dua tahun terakhir sudah mulai membaik pada semester I tahun ini. Sejalan dengan membaiknya permintaan domestik, industri manufaktur juga mulai melakukan ekspansi yang signifikan sepanjang paruh pertama tahun ini. " Di dalam negeri, konsumsi swasta yang melambat sebenarnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada kuartal kedua tahun ini," kata Faisal.

Hanya saja, Faisal menambahkan, dorongan pertumbuhan ekonomi dari dalam negeri itu masih tertahan oleh gejolak global yang dampaknya sudah terlihat pada kinerja neraca perdagangan, serta pergerakan nilai tukar rupiah yang melemah.

Disisi lain, pelemahanrRupiah dan kenaikan harga minyak akan memberikan efek positif terhadap penerimaan pemerintah. Nah, windfall ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui belanja yang lebih berkualitas dan pengelolaan risiko fiskal seperti pengelolaan utang.

Setali tiga uang, Enny Srihartati, Direktur INDEF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada semester II akan stagnan di angka 5,1%. Ia mengatakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai sesuai target perlu memerlukan usaha yang lebih dari pemerintah.

"Untuk bisa 5,2 % harus effort luar biasa. Kita harus lihat instrumen untuk percepatan itu bansos, dana desa, atau transfer dana bagimana realisasinya, sedangkan peluru-peluru itu sudah dikeluarkan semuanya, tetapi dampaknya belum terasa," ujar Enny. Selasa (31/7).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×