Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berencana akan menjalankan Tax Amnesty Jilid III mulai 2025 mendatang. Ini sejalan dengan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Berdasarkan sumber KONTAN di lingkungan DPR RI yang enggan disebutkan namanya, RUU ini tidak akan jauh berbeda dengan UU yang sudah ada. Dengan begitu, Tax Amnesty Jilid III akan dijalankan dengan ketentuan yang tidak jauh berbeda dengan Tax Amnesty pada tahun 2016 dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II pada tahun 2022 lalu.
Ia menyebut, pemberlakuan Tax Amnesty Jilid III ini memang sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak di 2025.
Hal ini juga sesuai dengan komitmen pemerintah yang akan mengejar para pengemplang pajak serta mengoptimalkan penerimaan pajak dari aktivitas underground economy.
Sayangnya dirinya tidak menjelaskan poin-poin apa saja yang akan tertuang dalam RUU Pengampunan Pajak. Hal ini dikarenakan draft RUU Pengampunan Pajak ada di Komisi XI DPR RI.
Baca Juga: Tax Amnesty Jilid III Jadi Jalan Pintas Pemerintah Cari Penerimaan Negara
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan bahwa RUU Tax Amnesty akan dibahas bersama pemerintah pada tahun depan. Hal ini agar program Tax Amnesty bisa langsung dijalankan.
"Kalau menurut saya sebaiknya di tahun 2025, karena di tahun 2025 itu nanti cut-off-nya tax amnesty itu di tahun 2024, sehingga ke depannya kita sudah membersihkan hati kita masing-masing untuk selesaikan sektor pajak," ujar Misbakhun kepada awak media di Jakarta, Selasa (19/11).
Menurutnya, Tax Amnesty bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan perpajakan di masa lalu dan mendorong Wajib Pajak agar lebih patuh.
"Kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan pada masa lalu untuk diberikan sebuah program. Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka, Tax Amnesty ini salah satu jalan keluar," imbuh Misbakhun.
Ia menambahkan, apabila penyelenggaraan program Tax Amnesty merupakan bagian dari visi dan misi pemerintahan baru, maka RUU terkait program tersebut perlu disiapkan.
"Visi-misi pemerintahan yang baru tentu kita harus amankan. Kalau memang ada tax amnesty ya kita harus ada. Namanya amnesty pengampunan, kita bayangkan membicarakan itu dalam konteks program yang reguler," terang Misbakhun.
Baca Juga: Wakil Ketua Komisi XI Sebut RUU Tax Amnesty Berpotensi Gerus Kepatuhan Pajak
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menilai bahwa program Tax Amnesty Jilid III menjadi jalan pintas pemerintah dalam mencari penerimaan negara.
Eko mengatakan bahwa program tax amnesty yang akan dijalankan kembali tidak akan efektif dalam jangka panjang, terutama dalam upaya menambah penerimaan negara. Menurutnya, tax amnesty yang bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak melaporkan harta mereka, tidak bisa diterapkan berulang kali dalam waktu singkat.
Pasalnya, prinsip dasar dari kebijakan ini adalah untuk memberikan kesempatan sekali saja bagi mereka yang belum membayar pajak dengan benar.
"Sehingga hal-hal yang secara teoritis sebetulnya tidak bisa dilakukan dalam waktu kurun waktu yang jangka menengah ini, terpaksa dia lakukan karena untuk menambah objek pajak untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara," ujar Eko kepada awak media di Jakarta, Kamis (21/11).
Selanjutnya: Kemenhub: Penurunan Tarif Pesawat Udara Masih Dalam Tahap Finalisasi
Menarik Dibaca: Rekomendasi Warna Cat Dapur yang Bikin Terasa Lebih Mengundang Selera
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News