Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mengalami defisit dengan negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Produk ekspor Indonesia masih kalah saing dengan negara lain. Pasalnya tarif bea masuk produk asal Indonesia masih tinggi di negara anggota OKI.
"Ganjalan utama ekspor ke OKI adalah tarif impor yang tinggi di negara mereka," ujar Staf Ahli Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bidang Hubungan Internasional Arlinda saat membuka workshop OKI, Senin (2/9).
Asal tahu saja, perdagangan Indonesia dengan negara OKI mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018 lalu Indonesia mengalami defisit neraca dagang dengan negara OKI.
Baca Juga: ITFC akan salurkan pembiayaan US$ 30 juta kepada eksportir kopi
Neraca dagang Indonesia dengan negara OKI pada tahun 2018 lalu defisit US$ 1,87 miliar. Sementara neraca dagang dengan negara OKI pada tahun 2019 hingga bulan Juli sebesar US$ 543 juta.
Sebagai contoh Arlinda bilang produk makanan dan minuman Indonesia dikenakan tarif masuk 60% hingga 80% ke Mesir. Oleh karena itu, Indonesia menggenjot selesainya sejumlah perjanjian dagang dengan negara yang tergabung dalam OKI.
"Beberapa perjanjian yang sudah adalah Indonesia-Pakistan, Indonesia-Palestina dan baru saja berhasil di selesaikan Indonesia-Mazambik," terang Arlinda.
Baca Juga: Triplogic dan ITB membangun program pengembangan UKM dan Startup digital
Ke depan Indonesia juga akan terus mendorong kerja sama dagang. Antara lain adalah dengan Turki, Tunisia, Maroko, Nigeria, serta negara - negara teluk seperti Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Qatar, Oman, dan Bahrain.
Antar negara OKI pun diungkapkan Arlinda memiliki skema perjanjian untuk penurunan tarif. Namun, hal itu pun masih belum dimanfaatkan dengan baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News